"Hak
seorang anak atas orang tuanya, orang tua memperbaiki nama anaknya, dan
akhlaknya". [HR. Abu Muhammad As-Siroj Al-Qoriy dalam Al-Fawaid
(5/32/1-kumpulan 98), dan lainnya].
Maka hadits ini
palsu, karena ada dua orang rawi : Muhammad Al-Fadhl adalah seorang
pendusta, dan Muhammad bin Isa adalah orangnya matruk (ditinggalkan).
Karenanya Al-Albaniy mencantumkan hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (199)
Ada di antara kaum muslimin, biasa melakukan amalan yang terkadang tidak
diketahui dasarnya. Setelah mengadakan pemeriksaan terhadap kitab-kitab
hadits, ternyata berdasarkan hadits lemah, palsu, bahkan terkadang
tidak ada dalilnya!!
Di antara amalan mereka ini yang tidak
berdasar, yaitu mengusap kedua kelopak mata dengan kedua ibu jari.
Mereka hanya berdasarkan hadits palsu yang dinisbahkan kepada Nabi
Khidir.
Konon kabarnya Nabi Khidir -‘alaihis salam- berkata,
“Barangsiapa yang mengucapkan selamat datang kekasihku dan penyejuk
mataku, Muhammad bin Abdullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, kemudia ia
mencium kedua ibu jarinya, dan meletakkannya pada kedua matanya, ketika
ia mendengar muadzdzin berkata,
Maka
ia tidak sakit mata selamanya” [HR. Abul Abbas Ahmad bin Abu Bakr
Ar-Raddad Al-Yamaniy dalam Mujibat Ar-Rahmah wa ‘Aza’im Al-Maghfirah
dengan sanad yang terdapat di dalamnya beberapa orang majhul (tidak
dikenal), disamping terputus sanadnya. Karenanya Syaikh Al-Albaniy
melemahkan hadits ini dalam Adh-Dha’ifah (1/173) dari riwayat Ad-Dailamy
dan Syaikh Masyhur Alu Salman dalam Al-Qoul Al-Mubin (hal.182)]
Sepanjang pemeriksaan kami, ada dua hadits yang menyebutkan tentang hal ini :
• Hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma :
أَنَّ
رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ
إِذَا قَامَ فِي صَلاَتِهِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ كَمَا يَضَعُ
الْعَاجِنُ
“Sesungguhnya Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam jika beliau (hendak) berdiri dalam sholatnya, beliau
meletakkan kedua tangannya di atas bumi sebagaimana yang dilakukan oleh
al-‘ajin (orang yang melakukan ‘ajn)”.
Hadits ini disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkhish Al-Hab ir (1/466) dan An-Nawawy dalam Al-Majmu’ (3/421).
Berkata
Ibnu Ash-Sholah dalam komentar beliau terhadap Al-Wasith –sebagaimana
dalam At-Talkhis- : “Hadits ini tidak shohih dan tidak dikenal serta
tidak boleh berhujjah dengannya”.
Berkata An-Nawawy : “(Ini) hadits lemah atau batil, tidak ada asalnya”.
• Berkata Al-Azroq bin Qois rahimahullah :
رَأَيْتُ
عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ وَهُوَ يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْتَمِدُ
عَلَى يَدَيْهِ إِذَا قَامَ. فَقُلْتُ : مَا هَذَا يَا أَبَا عَبْدِ
الرَّحْمَنِ؟ قَالَ : رَأَيْتُ رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْنِي اعْتَمَدَ
“Saya
melihat ‘Abdullah bin ‘Umar dalam keadaan melakukan ‘ajn dalam sholat,
i’timad di atas kedua tangannya bila beliau berdiri. Maka saya bertanya :
“Apa ini wahai Abu ‘Abdirrahman?”, beliau berkata : “Saya melihat
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam melakukan ‘ajn
dalam sholat –yaitu beri’timad”.
Diriwayatkan oleh Ath-Thobarony
dalam Al-Awsath (4/213/4007) dan Abu Ishaq Al-Harby dalam Ghoribul
Hadits (5/98/1) sebagaimana dalam Adh-Dho’ifah no. 967 dari jalan Yunus
bin Bukair dari Al-Haitsam dari ‘Athiyah bin Qois dari Al-Azroq bin
Qois.
Al-Haitsam di sini adalah Al-Haitsam bin ‘Imran
Ad-Dimasyqy, meriwayatkan darinya 5 orang dan tidak ada yang
mentsiqohkannya kecuali Ibnu Hibban sebagaimana bisa dilihat dalam
Ats-Tsiqot (2/296) dan Al-Jarh wat Ta’dil (4/2/82-83). Para ulama
berbeda pendapat tentang kedudukan rowi yang seperti ini sifatnya dan
yang benar di sisi kami –wal ‘ilmu ‘indallah- bahwa rowi yang seperti
ini dihukumi sebagai rowi yang majhul hal (tidak diketahui keadaannya)
yang membuat haditsnya tidak bisa diterima.
Hadits ini juga bisa dihukumi sebagai hadits yang mungkar dari dua sisi :
o
Al-Haitsam ini menyelisihi Hammad bin Salamah –yang beliau ini lebih
kuat hafalannya- dan juga ‘Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umary, yang keduanya
meriwayatkan dari Al-Azroq bin Qois dengan lafazh “bahwa beliau bertumpu
di atas bumi kedua tangan beliau” tanpa ada tambahan yang menunjukkan
bahwa beliau mengepalkan kedua tangannya.
o Hadits ini berisi tentang
tuntunan sholat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam yang
setiap hari disaksikan oleh para shahabat dan sekaligus hadits ini
merupakan ‘umdah (pokok satu-satunya) dalam masalah ini. Maka bisa
dikatakan : Kenapa hadits ini bersamaan dengan sangat dibutuhkannya,
perkaranya disaksikan setiap hari dan merupakan umdah dalam masalah ini
hanya diriwayatkan dari jalan Al-Haitsam dari Al-Azroq dari Ibnu
‘Umar?!. Mana murid-murid senior Ibnu ‘Umar, seperti : Salim (anak
beliau), Nafi’ dan lain-lainnya, kenapa mereka tidak meriwayatkan hadits
ini dari Ibnu ‘Umar tapi justru diriwayatkan oleh orang yang tingkat
kemasyhuran dan hafalannya biasa-biasa saja?!
Dan termasuk
perkara yang semakin menguatkan lemah hadits ini, yaitu bahwa para
pengarang kitab hadits terkenal seperti ashhab kutubut tis’ah (Bukhary,
Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, Ibnu Majah, Malik, Ahmad dan
Ad-Darimy) dan yang lainnya berpaling dari (baca : tidak) meriwayatkan
hadits ini bersamaan dengan sangat dibutuhkannya dan isinya adalah suatu
perkara yang disaksikan setiap hari, tapi yang meriwayatkannya hanya
Imam Abu Ishaq Al-Harby dan Ath-Thobarony yang beliau ini terkenal
sebagai hathibu lail (pencari kayu bakar di malam hari) yang artinya
beliau hanya sekedar mengumpulkan riwayat tanpa menyaring mana yang
shohih dan mana yang lemah.
Wa fauqo kulli dzi ‘ilmin ‘alim .
Haditsnya diriwayatkan oleh Al-Baihaqy (2/135)
Haditsnya diriwayatkan oleh ‘Abdurrozzaq no. 2964 dan 2969
Ketika seseorang membaca kisah para nabi di luar Al-Qur’an, maka seorang
harus berhati-hati, karena di sana banyak hadits-hadits yang lemah,
bahkan palsu yang berbicara tentang kehidupan para nabi. Oleh karena itu
seorang harus yakin betul bahwa hadits ini shahih berdasarkan
keterangan para ulama, baru setelah itu dia yakini. Diantara hadits
lemah yang menyebutkan kisah para nabi, hadits berikut ini:
"Nabi
Ilyas dan Khidir adalah dua orang bersaudara. Bapak mereka dari Persia,
dan ibunya dari Romawi". [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus
(1/2/124)]
Hadits ini palsu, karena ada dua orang
rawi bermasalah dalam memalsukan hadits, yaitu Ahmad bin Ghalib, dan
Abdur Rahman bin Muhammad Al-Yahmadiy. Oleh karena itu, Syaikh
Al-Albaniy menyatakan hadits ini palsu dalam Adh-Dho’ifah (2257).
"Ayam adalah kambingnya orang fakir dari kalangan umatku, dan shalat
jum’at hajinya orang fakir mereka" .[HR. Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin
(3/90)]
Tapi ternyata sayangnya hadits ini palsu
sehingga seorang muslim tidak boleh meyakini dan mengamalkannya. Dia
palsu karena ada seorang rawi yang bernama Abdullah bin Zaid
An-Naisaburiy. Dia adalah seorang pendusta yang suka memalsukan hadits.
Lihat Adh-Dho’ifah (192)
"Allah wahyukan kepada dunia,
"Layanilah orang yang melayani-Ku, dan capekkanlah orang yang
melayanimu". [HR. Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (8/44), dan Al-Hakim
dalam Ma’rifah Ulum Al-Hadits (hal.101)]
Hadits ini palsu, karena
Al-Husain bin DawudAl-Balkhiy yang banyak meriwayatkan naskah hadits
palsu dari Yazid bin Harun. Karena itu, Al-Albaniy menyebutkan hadits
ini dalam deretan hadits-hadits palsu dalam Adh-Dho’ifah
"Barang siapa yang ikhlash karena Allah selama 40 hari, niscaya akan
muncul mata air hikmah pada lisannya". [HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah
(5/189)]
Hadits ini dho’if (lemah), karena terdapat
inqitho’ (keterputusan) antara Makhul dengan Abu Ayyub Al-Anshoriy.
Selain itu, Hajjaj bin Arthoh, rawi dari Makhul adalah seorang mudallis,
dan ia meriwayatkannya secara mu’an’anah. Sedang seorang mudallis jika
meriwayatkan hadits secara mu’an’anah (dengan memakai kata "dari"), maka
haditsnya dho’if (lemah). Tak heran jika Syaikh Al-Albaniy
melemahkannya dalam Adh-Dho’ifah (38)
"Jika kalian sholat di belakang imam kalian, perbaikilah wudhu’ kalian,
karena kacaunya bacaan imam bagi imam disebabkan oleh jeleknya wudhu’
orang yang ada di belakang imam". [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad
Al-Firdaus (1/1/63)]
Hadits ini palsu, sebab di
dalamnya terdapat rowi yang majhul, seperti Abdullah bin Aun bin Mihroz,
Abdullah bin Maimun. Rowi lain, Muhammad bin Al-Furrukhon, ia seorang
yang tak tsiqoh. Dari sisi lain, sudah dimaklumi bahwa jika Ad-Dailamiy
bersendirian dalam meriwayatkan hadits dalam kitabnya Musnad Al-Firdaus,
maka hadits itu palsu. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy menyatakan palsunya
hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (2629).
"Jika seorang diantara kalian bersujud, maka hendaknya ia menyentuhkan
kedua telapak tangannya ke tanah, semoga Allah melepaskan belenggu
darinya pada hari kiamat". [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (6/58),
cet. Dar Al-Haromain]
Hadits ini adalah dho’if (lemah),
tak bisa dijadikan hujjah, karena di dalamnya ada rowi bermasalah: Ubaid
bin Muhammad, seorang rowi yang memiliki hadits-hadits munkar [Lihat
Al-Majma’ (2/311/no.2764)].Sebab inilah, Syaikh Al-Albaniy menggolongkan
hadits ini lemah dalam Adh-Dho’ifah (2624)
"Memandang wajah wanita cantik dan yang hijau-hijau menambah ketajaman
penglihatan" .[HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya’ (3/201-202), dan
Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (4/106)]
Hadits ini maudhu’
(palsu), karena dalamnya ada rawi yang dho’if, dan tidak ditemukan ada
seorang ahli hadits yang menyebutkan biografinya. Rawi itu ialah Ibrahim
bin Habib bin Sallam Al-Makkiy. Karenanya, Adz-Dzahabiy berkata,
"Hadits batil". Ibnul Qoyyim dalam Al-Manar Al-Munif berkata, "Hadits
ini dan semisalnya adalah buatan orang-orang zindiq (munafiq)" [Lihat
Adh-Dho’ifah (133)]