Menyakiti kedua orang tua artinya menentang apa yang diperintahkan oleh keduanya – dengan syarat bukan perintah berbuat maksiat kepada Allah – atau melakukan suatu perbuatan yang tidak mendapat restu keduanya.
Perbuatan ini termasuk dosa besar. Dan dalam hal ini Rasulullah memperingatkan kepada kita agar tidak menyakiti kedua orang tua :
Wahai saudaraku, Rasulullah menghubungkan kedurhakaan kepada kedua orang tua dengan berbuat syirik kepada Alloh. Dalam hadits Abi Bakrah, beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar ?” para sahabat menjawab, “Tentu.” Nabi bersabda, “(Yaitu) berbuat syirik, durhaka kepada kedua orang tua.” (HR. Al Bukhori)
Membuat menangis orang tua juga terhitung sebagaa perbuatan durhaka, tangisan mereka berarti terkoyaknya hati, oleh polah tingkah sang anak. Ibnu ‘Umar menegaskan: “Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar.” [HR. Bukhari, Adabul Mufrod hlm 31. Lihat Silsilah Al Ahaadits Ash Shohihah karya Al Imam Al Albani, 2.898]
Alloh pun menegaskan dalam surat Al Isro’ bahwa perkataan “uh” atau “ah” terhadap orang tua saja dilarang apalagi yang lebih dari itu. Dalam ayat itu pula dijelaskan perintah untuk berbuat baik pada orang tua.
Termasuk di dalam kategori menyakiti kedua orang tua ialah memukul atau menempeleng kedua orang tua, atau melontarkan kata-kata makian, atau menambah beban yang keduanya tak mampu memikulnya, seperti minta uang secara terus menerus, padahal keduanya tidak mampu memenuhinya. Apalagi andaikata permintaan itu dilakukan secara paksa atau tidak peduli dengan keadaan orang tua.
“Telah Kami wasiatkan seorang manusia untuk senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (Al-Ahqaaf : 15)
Di samping itu, membiarkan keadaan kedua orang tua dan tak bersedia menanggung biaya penghidupannya, sedang seseorang mengerti bahwa kedua orang tuanya dalam keadaan tak mampu, sedang keadaan dirinya mampu menolong, juga termasuk di dalam dosa tersebut.
Mengasingkan kedua orang tua juga termasuk dosa besar. Membiarkan orang tua berada jauh dan tak pernah mau berziarah (berkunjung). Kadang-kadang kejadian ini bisa terjadi manakala anak mempunyai kedudukan tinggi dibanding orang tuanya.
Memaki orang tua juga termasuk dosa terhadap orang tua. Dalam hal ini Rasulullah melarang keras sikap tersebut :
منأكبر الكبائر ان يلعن الرّجل والديه، قيل: يارسول الله وكيه يلعن الرّجل والديه؟ قال: يسبّ ابا الرّجل فيسبّ الرّجل اباه (رواه البخارى و سلم)
”Termasuk di antara dosa-dosa yang paling besar ialah seorang melaknati kedua orang tuanya”. Seorang sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang melaknati kedua orang tuanya?” Rasulullah menjawab : “Seseorang memaki orang tuanya orang lain, kemudian orang tersebut balik memaki kedua orang tuanya (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)”.
Apabila seseorang memaki kedua orang tua temannya, berarti secara tidak langsung telah memaki kepada kedua orang tuanya sendiri. Pengertian menyakiti pada kasus ini ialah meremehkan kehormatan kedua orang tua, dan menjadikan namanya sebagai sasaran penghinaan. Padahal kedua orang tua tersebut telah membesarkan sejak kecil hingga dewasa, yang merupakan jasa tak ternilai harganya.
Kehomatan dan harga diri kedua orang tua merupakan amanat yang dibebankan kepada sang anak. Kehormatan dan harga diri itu harus dijaga oleh sang anak seperti halnya ia menjaga dirinya sendiri. Sebab, kehomatan lebih berharga daripada jiwa.
Apabila kita sampaikan mengenai masalah menyakiti kedua orang tua dan gejala-gejalanya; maka dari segi lain Islam pun menekankan agar kita berbuat baik kepada orang tua. Mengingat pentingnya masalah ini, Al-Qur’an sering mengutarakan bahwa berbuat baik kepada kedua orang ua sejajar dengan perbuatan syukur kepada Allah swt. atau beribadah kepada-Nya.
“Beribadahlah kepada Allah, jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (An-Nisaa : 36)
Perintah itu, bahkan diseiringkan dengan perintah untuk mengesakan Allah sebagai kewajiban utama seorang mukmin. Sehingga amatlah jelas, perintah itu mengandung ‘tekanan’ yang demikian kuat.
Sekarang, bandingkanlah substansi ajaran Islam itu dengan realitas yang berkembang di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia sekarang ini. Banyak anak yang enggan menyisihkan sebagian waktunya, mengucurkan keringat atau sekadar berlelah-lelah sedikit, untuk merawat orang tuanya yang sudah ‘uzur’. Terutama sekali, bila anak tersebut sudah berkedudukan tinggi, sangat sibuk dan punya segudang aktivitas. Akhirnya, ia merasa sudah berbuat segalanya dengan mengeluarkan biaya secukupnya, lalu memasukkan si orang tua ke panti jompo!!
Allah berfirman : “Bersyukulah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu”. (Q.S. 31 : 14).
Manusia wajib bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah dikaruniakan kepada mereka. Selain itu manusia juga harus bersyukur kepada kedua orang tuanya, karena mereka telah berjasa besar di dalam memelihara serta mendidik dirinya sejak kecil.
Abdullah bin Abbas memberi isyarat kepada kita tentang tiga hal yang diturunkan secara berurutan satu sama lain, sehingga tak dapat terpisahkan :
Firman Allah yang pertama : “Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya”. (Q.S. 4 : 59). Siapa saja yang mengaku dirinya berbuat taat kepada Allah, kemudian tidak mentaati Rasul-Nya, maka seluruh amalnya takkan diterima Allah.
Firman Allah kedua : “Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat.....”(Q.S. 85 : 13). Siapa saja yang menjalankan ibadah shalat tetapi tidak melakukan zakat, maka ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah swt.
Firman Allah ketiga : “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu.....”. (Q.S. 31 : 14).
Siapa saja yang taat kepada Allah tetapi tidak taat kepada kedua orang tua, maka Allah tidak akan menerima amalnya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda :
رضاالله فى رضا الوالدين وسخط الله فى سخط الوالدين (رواه ابن هبان والحاكم)
“Keridhaan Allah terletak pada keridhaan kedua orang tua, dan kemarahan Allah terletak pada kemarahan kedua orang tua (Hadits riwayat Ibnu Hibban dan Al-Hakim.)”.
Salah satu di antara wasiat Allah yang memerinci pergaulan dengan kedua orang tua ialah ayat yang berbunyi : “Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Q.S. 17 : 23-24).
Di dalam ayat tersebut Allah memerintahkan agar kita selalu berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara berbakti kepada mereka, menggauli mereka denmgan penuh kasih sayang dan selalu mendahulukan kesenangannya. Kemudian Allah juga menegaskan beberapa hal yang wajib kita perhatikan di dalam pergaulan dengan orang tua. Terutama sekali ketika mereka mencapai umur lanjut. Hal ini lantaran usia lanjut akan membuat seseorang mempunyai perasaan tajam (sensitif) dan mudah tersinggung, walau hanya dengan sedikit kesalahan. Terkadang orang tua yang sudah lanjut usia akan berlaku sesuatu yang merepotkan orang lain. Ketika keadaan demikian, maka seorang anak tidak diperbolehkan mengatakan kata-kata kasar kepada kedua orang tuanya, seperti kata-kata ‘ah’ dan lain sebagainya.
Allah memerintahkan agar sang anak tetap berkata lemah lembut kepada mereka, di samping harus merendahkan diri penuh hormat dan sopan santun yang tinggi.
Setelah itu Allah memerintahkan kepada sang anak agar mendoakan kedua orang tua, meminta kepada Allah sebagai tanda balas jasa yang telah mereka lakukan terhadap dirinya.
وقد سإل رجل النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم فقال: يارسول الله، هل بقي من برّ أبويّ شيئ أبرّ هما به بعد موتها؟ قال:نعم،الصّلاة عليهما، وانفاذعهدهما من بعدهما، وصلة الرّحم الّتى لاتوصل الاّ بهما واكرام صديقهما (رواه ابوداودوابن ماجه)
Rasulullah pernah ditanya kepada seseorang: “Wahai Rasulullah, apakah ada suatu jalan yang bisa memungkinkan saya membaktikan diri kepada kedua orang tua sepeninggal mereka?”. Rasulullah menjawab : “Ya masih ada, mendoakan keduanya, melaksanakan janjinya setelah mereka mati, mempererat hubungan silaturahmi yang telah dirintis oleh keduanya dan menghormati teman-teman keduanya (Hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Majjah.)”.
Di dalam wasiatnya, Rasulullah menerangkan keutamaan berbakti kepada kedua orang tua melalui sabdanya :
من سرّه ان يمدّله فى عمره ويزاد فى رزقه فليبرّ والديه وليصل رحمه.
“Barang siapa yang umurnya ingin diperpanjang dan rezkinya bertambah banyak, maka hendaknya ia berbakti kepada dua orang tuanya dan menyambung persaudaraannya (Hadis riwayat Imam Ahmad.)”.
Abdullah bin Mas’ud mengatakan dalam salah satu riwayatnya :
سألت رسول الله ايّ العمل احبّ الى الله؟قال: الصّلاة لوقتها، قلت ثمّ أيّ؟ قال: برّالوالدين، قلت: ثمّ ايّ؟ قال الجهاد فى بيل الله. (رواه البخارى ومسلم)
“Saya bertanya kepada Rasulullah saw : Amal apakah yang paling disenangi oleh Allah swt?” Rasulullah menjawab : “Melakukan shalat pada waktunya.” Kemudian saya bertanya lagi : “Kemudian apa lagi?” Rasul menjawab : “Berbakti kepada kedua orang tua” Saya bertanya lagi : “Kemudian apa lagi ? “; maka Rasul menjawab : “Berjuang di jalan Allah (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.)”.
Islam juga mengistimewakan seorang ibu lebih dari seorang ayah di dalam hak menerima kebaktian dari anaknya. Sebab sang ibu lebih banyak berkorban dibanding sang ayah. Kasih sayang ibu lebih banyak, jerih payahnya lebih berat, seperti mengandung, melahirkan, menyusui, menjaga bayi, mencuci kotorannya dan lain sebagainya. Pendeknya, jerih payah ibu lebih banyak dibanding sang ayah.
Al-Qur’an telah memberikan isyarat mengenai pengalaman ibu : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua oang ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah (pula), mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”. (Q.S. 46 : 15).
Terdapat sebuah hadits mengenai jerih payah ibu:
انّ رجل جاء الى النّبيّ فقال: يارسول الله من احقّ النّاس بحسن صحابتي؟ قال امّك،قال ثمّ من؟ قال امّك،قال ثمّ من؟ قال امّك.قال ثمّ من؟ قال ثمّ ابوك. (رواه البخارى ومسلم)
“Seorang datang kepada Rasulullah saw. bertanya : “Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak untuk saya berbuat baik?” Rasulullah menjawab : “Ibumu”. “Kemudian siapa lagi?” Rasul menjawab : “Ibumu”. Kemudian siapa lagi?” Rasul menjawab : “Ibumu”. Kemudian siapa lagi?” Jawab Rasul : “Bapakmu (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)”
Di dalam hadits tersebut Rasulullah mengulangi jawaban dngan kata-kata “Ibumu” sebanyak tiga kali. Hal ini merupakan isyarat bahwa sang ibu berhak mendapatkan perhatian yang lebih banyak ketimbang sang ayah.
Rasulullah juga mengamanatkan pesan mengenai hak anak kepada ayahnya, yang ketika itu Rasul kedatangan seseorang mengadukan suatu masalah yang bersangkutan dengan ayahnya sendiri. Orang tersebut bertanya : “Ayahku telah merampas harta bendaku”. Rasulullah menjawab: “Dirimu dan harta bendamu adalah milik ayahmu. Anak-anakmu adalah hasil yang paling baik, oleh karenanya makanlah harta benda mereka (Hadits riwayat Ibnu Majjah)”.
Rasulullah bersabda :
انّ من أطيب ما أكل الرّجل من كسبه وولده من كسبه. (رواه ابوداود والترمذى والناء وابن ماجه)
“Makanan yang paling baik bagi seseorang ialah yang dihasilkan dari jerih payahnya sendiri dan jerih payah anaknya sendiri (Hadits riwayat Abu Daud, Turmudzi, An-Nasai dan Ibnu Majjah.)”.
-Dari berbagai sumber-