SAKIT bisa disebabkan berbagai macam hal, karena terlalu letih atau bisa jadi karena “terlalu banyak pikiran” atau penyebab lainnya. Bagaimana jika kita sakit saat bulan Ramadhan ? Jangan khawatir, Ibnu Sina (980-1037 M) seorang dokter muslim mengatakan “puasa sangat baik untuk mengobati berbagai macam penyakit kronis. “ Bahkan Ibnu Sina menerapkan terapi puasa kepada para pasiennya. Ia mewajibkan pasiennya puasa selama tiga minggu (:tentunya dengan pola yang sama dengan muslim berpuasa didahului dengan sahur dan berbuka pada waktu yang telah ditentukan).
Tak hanya Ibnu Sina, sejumlah dokter kenamaan lainnya, seperti Dr. Bernard Macpadan dari Amerika yang juga pakar biologi menyakini bahwa puasa merupakan cara jitu dalam memberantas penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi lainnya. Dr. Edward Devin, seorang dokter ternama di Germanwotown, marryland mengatakan “Makan kala sakit seperti kita memberi makan agar penyakit semakin kuat.”
Rasulullah bersabda: ”Berpuasalah, maka kamu akan sehat” (HR. Ibnu Sunni) (catatan : meski ada yang menyatakan bahwa hadits ini dhoif, akan tetapi ada pula yang menyatakan bahwa derajat hadits ini sampai dengan tingkat hasan (lihat, Fiqh Al Islami wa Adilatuh, hal 1619).
Lantas bagaimana jika sakit tersebut cukup membuat tubuh “menyerah” untuk berpuasa ? Jangan khawatir, Allah SWT Maha Mengetahui atas diri hambaNya, dalam Al Quran telah dinyatakan : “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S. Al-Baqarah: 185).
Bagaimana jika sakit tersebut bersifat menahun dan sulit disembuhkan seperti stroke dan lainnya ? maka dia boleh menggantinya dengan memberi makan setiap hari seorang miskin. Cara memberinya; yaitu dengan membagikan beras kepada mereka dan lebih baik jika diikuti dengan lauk pauknya sekalian, atau mengundang orang-orang miskin untuk makan siang atau makan malam. Begitulah cara orang sakit yang sulit disembuhkan mengganti puasanya.
Demikian pula dengan orang tua yang tidak mampu berpuasa atau sangat berat baginya, berkewajiban untuk menggantinya dengan membayar fidyah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam atsar yang diriwayatkan dari beliau oleh Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih Al-Bukhari pada Kitabut Tafsir. Dan diqiyaskan dengannya adalah seorang yang menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh. Hal ini yang difatwakan oleh Al-’Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (6/333-334, 347-349), Al-Wadi’i, Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil (4/22), dan Al-Lajnah Ad-Da’imah dalam Fatawa Al-Lajnah (10/160-161).
Fidyah harus dibayarkan dalam bentuk makanan pokok sesuai dengan yang kita makan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan atas orang-orang yang mampu berpuasa ada pilihan untuk tidak berpuasa dengan membayar fidyah berupa makanan yang diberikan kepada fakir/miskin sebagai penggantinya.” (Al-Baqarah: 184)
Oleh karena itu Al-Lajnah Ad-Da’imah dalam Fatawa Al-Lajnah (10/163-164) dan Al-’Utsaimin dalam Majmu’ Ar-Rasa’il (19/116-117) menegaskan tidak sah menggantinya dengan uang. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan fidyah berupa makanan dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menamakannya sebagai fidyah (memberi makan), maka wajib dibayarkan sesuai yang diperintahkan. Namun tidak mengapa mewakilkannya kepada seseorang yang kita percaya dengan memberinya uang senilai fidyah yang hendak dibayarkan, lalu dia membelikannya makanan untuk diberikan kepada yang berhak, atau mengajak orang fakir/miskin tersebut ke warung makan dan memakannya (sebagai fidyah) di tempat itu.
JANGAN MEMAKSAKAN DIRI BERPUASA JIKA TIDAK MEMILIKI KESANGGUPAN ATASNYA..
Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad As-Sarbini dalam sebuah konsultasi dengan seorang muslimah yang baru selesai menjalani operasi saluran pencernaan yang berusaha mengadha puasanya dengan obat dan disuruh minum setelah makan sahur. Akhirnya dia bisa puasa sampai lima hari. Namun setelah buka puasa hari kelima, bagian perutnya ke atas hingga kerongkongan bahkan kepala bagian belakang menderita sakit. Menanggapi permasalahan tersebut dijelaskan bahwa derlu diketahui mengqadha puasa bagi yang memiliki utang puasa karena sakit hukumnya adalah wajib apabila dia telah sembuh dari penyakitnya, sehat kembali, dan telah mampu untuk mengqadha puasanya. Adapun selama dia masih sakit dan belum sembuh dari sakitnya, maka selama itu pula belum terkena kewajiban untuk mengqadha. Inilah makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Maka barangsiapa di antara kalian menderita sakit atau dalam safar ada rukhsah (keringanan) baginya untuk berbuka dan wajib atasnya untuk mengqadhanya di hari-hari lain (di luar bulan Ramadhan).” (Al-Baqarah: 184)
Ditegaskan oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad As-Sarbini bahwa kita dilarang memudharatkan diri kita dengan memaksakan diri berpuasa dalam keadaan belum mampu untuk itu, hingga menderita sakit (kembali). Sebab seseorang yang menderita sakit sampai pada tahap puasa memudharatkannya, maka haram atasnya untuk berpuasa dan bukan kebaikan baginya, melainkan maksiat dan dosa. Adapun apabila puasa memberatkannya dan tidak sampai memudharatkannya, maka puasa makruh atasnya. Hal ini ditegaskan oleh Al-Imam Al-’Utsaimin rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ (6/352-353).
Menurut pendapat yang dipilih oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ (6/352-353) haram atas seseorang yang menderita sakit untuk berpuasa jika puasa memudharatkannya, baik menambah parah penyakitnya atau memperlambat kesembuhannya. Berdasarkan pendapat ini, haram atas kita untuk memaksakan diri berpuasa, dan puasa bukanlah kebaikan bagi kita, melainkan maksiat yang tercela. Jika kita telah sembuh dan kuat berpuasa, maka kita berkewajiban mengqadha sekian puasa Ramadhan yang anda tinggalkan selama sakit.
Lantas bagaimana jika seseorang telah divonis tidak ada harapan sembuh dan dia pun membayar fidyah, lalu ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan sembuh: Apakah dia harus mengqadha kembali puasa yang telah dibayarnya dengan fidyah?
Jawabannya: Ibnu Qudamah rahimahullahu menyebutkan dua kemungkinan dalam Al-Mughni. Yang benar –insya Allah– dia tidak berkewajiban mengqadhanya kembali setelah sembuh, karena dia telah melaksanakan kewajiban sesuai dengan ajaran syariat, dan tanggung jawabnya telah lepas dengan itu. Sebagaimana halnya seseorang yang memiliki harta yang cukup untuk berhaji, namun dia menderita sakit yang tidak ada harapan sembuh, maka dia berkewajiban memperwakilkan hajinya kepada orang lain dengan biaya darinya dan dia (yang mewakili) pun melakukannya. Apabila setelahnya ternyata dia ditakdirkan sembuh, maka tanggung jawabnya telah lepas dengan itu dan tidak diwajibkan untuk berhaji sendiri setelahnya. Hal ini yang difatwakan oleh Al-’Utsaimin dalam Majmu’ Rasa’il (19/127) dan Al-Lajnah Ad-Daimah dalam Fatawa Al-Lajnah (10/195-196).
TIPS BERPUASA KALA SAKIT
Lantas bagaimana jika kita yakin memiliki kesanggupan untuk tetap berpuasa meski sedang sakit ? Pastikan kita tetap sahur dan berbuka dengan menu makanan yang seimbang syukur-syukur mendekati 4 sehat 5 sempurna plus minum multi vitamin dan air putih secukupnya.
Bagi penderita penyakit maag atau dalam bahasa medisnya disebut dispepsia, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter bila Anda menderita dispepsia organik. Dokter akan menyarankan boleh tidaknya berpuasa tergantung sebab dan keparahan penyakit. Penderita dispepsia yang disebabkan oleh polip, tumor, atau ulkus mungkin disarankan tidak berpuasa. Dokter juga mungkin memberikan obat-obatan tertentu selama berpuasa.
Saat berbuka, mulailah dengan makanan manis yang mudah dicerna seperti kurma dan teh manis. Hindari langsung berbuka dengan makanan berat. Upayakan makanpepaya matang dan wortel sebab enzim dalam pepaya dan wortel membantu mencerna makanan berlemak dan berminyak. Selain itu upayakan untuk selalu makan sahur di akhir waktu dengan diet yang seimbang.
Bagaimana dengan penderita penyakit diabetes ? Setiap penderita diabetes memiliki derajat penyakit yang tidak sama maka ada beberapa kriteria dari penderita diabetes yang tidak dianjurkan untuk berpuasa. Ada hal-hal khusus yang harus diingat oleh diabetesi dalam berpuasa.
Diabetesi yang tidak dapat mengontrol gula darahnya dengan baik yang ditandai dengan kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl atau kadar gula darah dua jam setelah makan 180 mg/dl dianjurkan tidak berpuasa. Begitu juga diabetesi yang sedang hamil atau menyusui atau rentan mengalami hipoglikemia (kadar gula darah kurang dari 60 mg/dl) disarankan untuk tidak berpuasa. Diabetesi dengan komplikasi diabetes yang berat seperti dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit jantung harus hati-hati dalam berpuasa.
Diabetesi sebelum berpuasa disarankan untuk berkonsultasi ke dokter. Karena saat puasa terjadi perubahan jadwal makan dan minum obat. Diabetesi yang gula darahnya terkontrol dengan pengaturan diet tanpa meminum obat pengendali gula darah maka tidak ada masalah dalam menunaikan ibadah puasa. Cukup memperhatikan jadwal dan porsi makan saat berbuka maupun sahur.
Pada diabetes yang mengkonsumsi obat pengendali gula darah disarankan jangan menghentikan pengobatan, tetapi dosis dan waktunya harus disesuaikan dengan waktu berpuasa. Untuk obat diabetes yang tadinya diminum setiap pagi diubah waktunya menjadi ketika berbuka puasa, sedangkan dosis untuk sore hari dipindahkan menjadi saat makan sahur.
Bagi diabetesi yang sudah minum obat dosis ganda, harus dilakukan pengaturan agar dosis obat yang lebih besar diminum saat berbuka. Sedangkan bagi yang sudah menggunakan insulin dosis tunggal digunakan insulin kerja menengah saat berbuka puasa saja. Perlu pemantauan gula darah yang ketat pada pengguna insulin, dan bila ada tanda-tanda ke arah hipoglikemi maka hentikan puasanya.
Saat tidak berpuasa diabetesi makan dengan tiga porsi besar yang kemudian berubah hanya dua porsi besar yaitu saat berbuka dan sahur. Saat berbuka puasa disarankan untuk mengkonsumsi makanan 10% dari jumlah kebutuhan kalori. Pilihan terbaik adalah sari buah dan cocktail buah. Setelah shalat Magrib baru diabetesi makan besar yang jumlahnya 50% dari seluruh kebutuhan kalori. Untuk pemilihan karbohidrat, pilihlah karbohidrat kompleks yang butuh pembakaran lama, membatasi lemak dan perbanyak serat untuk menghindari lonjakan gula darah segera setelah berbuka. Waktu berbuka, jangan makan berlebihan tetapi secara bertahap dan mengunyah dengan baik.
Sisanya 40% dikonsumsi saat sahur. Sahur dianjurkan untuk sedekat mungkin dengan waktu imsak sehingga kadar gula darah lebih terjaga saat berpuasa. Saat sahur dianjurkan juga untuk meminum lebih banyak air putih dan menghindari minum teh dan kopi yang dapat menyebabkan sering buang air kecil saat berpuasa sehingga bisa menyebabkan dehidrasi.
Pemantauan gula darah mandiri di rumah sangat dianjurkan untuk diabetesi. Pemantauan dilakukan sebelum makan sahur dan dua jam setelahnya serta sebelum berbuka puasa dan dua jam sesudahnya. Selain pada waktu-waktu ini, kapan saja diabetesi merasakan gejala hipoglikemi yang ditandai dengan berkeringat dingin, jantung berdebar-debar, lemas bahkan sampai tidak sadarkan diri maka harus segera memeriksakan diri. Diabetesi disarankan agar tidak ragu untuk membatalkan puasa jika ada gejala hipoglikemia dan hiperglikemia (kadar gula darah naik lebih dari 300 mg/dl).
Jika semua petunjuk di atas dijalankan dengan baik, puasa Ramadhan akan menjadi aman, berkualitas dan berkah bagi diabetesi. Juga jangan lupa setelah Ramadhan mengunjungi dokter lagi untuk memastikan kadar gula darah terkendali dan berkonsultasi tentang penyesuaian obat kembali.
Untuk pencegahan, upayakan jangan lupa tetap berolahraga meski sedang berpuasa. Waktu berolahraga juga harus diperhatikan, sebaiknya olahraga dilakukan sore hari menjelang berbuka puasa. Olah raga cukup dilakukan selama 30 menit sampai 1 jam.
Bagaimana dengan ibu hamil? Setiap kehamilan memiliki riwayat kehamilan yang berbeda-beda. Cegah dehidrasi dengan memperbanyak minum saat berbuka dan menghindari cuaca panas. Penyebab umum rasa tidak enak badan saat berpuasa adalah dehidrasi. Cobalah untuk minum sekitar 1,5 – 2 liter air atau cairan lainnya antara waktu buka dan sahur, dan hindari minuman berkafein seperti teh dan kopi. Kafein membuat Anda kehilangan lebih banyak air ketika Anda berkemih, sehingga Anda lebih rentan mengalami dehidrasi, terutama jika cuaca panas.Hindari berbuka dengan banyak minuman manis yang meningkatkan kadar gula darah dengan cepat. Gula darah Anda kemudian dapat turun dengan cepat, yang membuat Anda merasa lemas dan pusing. Pilih makanan yang melepaskan energi secara perlahan untuk berbuka, seperti kurma, kacang hijau atau kolak.
Untuk sahur, pilih makanan yang melepaskan energi secara perlahan yang mengandung karbohidrat kompleks, seperti biji-bijian dan umbi-umbian, dan makanan kaya serat, seperti kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan. Makanan kaya serat juga membantu untuk mencegah sembelit.Waktu berbuka dan sahur, pastikan Anda mendapatkan banyak protein dari kedelai, kacang-kacangan, ikan, daging dan telur. Hal ini akan membantu pertumbuhan bayi Anda.Cobalah untuk tidak berjalan jauh atau membawa beban berat. Kurangi pekerjaan rumah tangga dan tanggung jawab lainnya.Tetap tenang dan hindari situasi stres. Perubahan rutinitas, perut kosong, serta jadwal makan, minum dan tidur yang berubah dapat menyebabkan stres. Ibu hamil yang berpuasa selama bulan Ramadhan diketahui memiliki tingkat hormon stres kortisol yang lebih tinggi dalam darah mereka dibandingkan wanita yang tidak berpuasa.
Hal lain yang kerap terjadi bagi kita saat “mendadak” puasa (:tidak terlatih dengan puasa sunah sebelumnya) adalah sakit kepala di sore hari. Hal ini biasanya menimpa para perokok dan yang gemar minum kopi atau bisa jadi karena akibat kurang tidur, banyak beraktivitas dalam sehari, atau karena menahan rasa lapar yang semakin menjadi. Gejala ini akan lebih parah jika seseorang menderita tekanan darah rendah. Tipsnya adalah kurangilah konsumsi kafein dan tembakau secara bertahap, pilihlah minuman yang bebas kafein. Sesuaikan jadwal kerja dengan kemampuan dan kekuatan fisik, sehingga ada banyak waktu untuk tidur dan beristirahat.
Kunci utama dalam menjalankan ibadah puasa saat sakit adalah keyakinan dan tiada putus memohon pertolongan kepada Allah SWT serta tak henti memohon kesembuhan padaNya. Mengutip doa Nabi Ayyub AS “Robbii annii massaniyadh dhurru wa anta arhamur roohimiin…“(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang” (QS. al-Anbiyâ‘ [21]: 83). “ALLAHUMMA Aafinii fii Badanii,ALLAHUMMA Aafinii fii Samii, ALLAHUMMA Aafinii fii Basharii, ALLAHUMMA innii Auudzu bika minal Kufri wal faqri, ALLAHUMMA innii Auudzu bika min Adzaabil Qabri, Laa Illaaha Illaa Anta…Ya ALLAH Sembuhkanlah Badanku,Ya ALLAH Sembuhkanlah PendengaranKu, Ya ALLAH Sembuhkanlah PengelihatanKu, Ya ALLAH Aku BerLindung kpd MU dr KeKafiran& KeFakiran(kemiskinan),Ya ALLAH Aku BerLindung kpd MU dr Siksa Kubur,Tiada Tuhan yg patut diSembah Selain MU (ENGKAU), Aamiin Ya Rabbal alamiin.” (HR. Abu Daud).
Mengutip nasehat Ibnu Qayyim: “Tak ada kemudahan bagi yang tak punya kehendak kuat. Tak ada kesenangan bagi yang tak punya sabar. Tak ada kurnia kenikmatan bagi yang tidak bersusah-susah. Tak ada kebahagiaan bagi yang tak berlelah-lelah. Bahkan bila seorang Muslim mahu berlelah sedikit, itu berbalas kelapangan yang berpanjangan. Jika dia mahu menahan beratnya sabar barang sesaat, dia akan di hantarkan kehidupan yang lebih abadi. Semua jalan menuju kenikmatan memerlukan saat-saat kesabaran. Dan hanya Allah lah tempat meminta pertolongan.”