Alhamdulillaahirabbil'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad wa'ala aalihi washahbihii ajmai'iin. Saudaraku yang baik, dalam sebuah kesempatan, Sahl bin Abdullah r.a bertutur kisah, Jika seorang hamba berbuat kebaikan, kata Sahl, lalu ia berkata: "Ya Allah Engkaulah yang memberi kemudahan kepadaku." Sekiranya engkau berkata begitu, maka Allah akan memuji hamba-Nya itu dengan firman-Nya,"Hamba-Ku, engkaulah yang berbuat taat dan taqarrub kepada-Ku." Ini artinya, bahwa jika kita mengakui dengan sepenuh keimanan bahwa amal kebajikan itu dapat kita perbuat semata-mata lantaran Allah telah memberi kekuatan dan kesanggupan kepada kita untuk berbuat seperti itu, maka posisinya justru akan dibalikan oleh Allah dengan memuji ketaatan kita.
Akan tetapi sebaliknya, kata Sahl, jikalau hamba itu merasa beramal seraya tidak ingat akan taufik pertolongan Allah - kita berinfak karena merasa diri memang dermawan, menjadi ahli tahajud semata-mata karena merasa diri memang mampu terbangun tengah malam, pendek kata, kita mampu beramal kebajikan itu karena perjuangan kita semata-mata, maka Alah akan berpaling sambil berfirman, "Hai ketahuilah, sesungguhnya Aku yang memberi taufik dan hidayah, Aku yang memudahkan engkau taat kepada-Ku," jadi jika kita berpaling, maka Allah pun akan berpaling. Kalau kita merasa berbuat amal kebajikan itu semata-mata karena perbuatan sendiri, niscaya Allah tidak akan menerima amalan kita tersebut.
Apabila seorang hamba berbuat kejahatan, lalu berkata, "Ya Allah Engkau-lah sesungguhnya yang menakdirkan, menghukum, serta memutuskan saya berbuat salah." Bila demikian, kata Sahl, maka Allah berfirman: "Artinya, kalau kita menganggap kesalahan yang kita lakukan sebagai takdir Allah, maka justru dia akan mengembalikannya sebagai perbuatan kita.”
Akan tetapi, kalau kita berbuat dosa kemudian bertobat, "Ya Allah, aku telah berbuat zhalim terhadap diri. Ampunilah aku, ya Rabb", maka menurut Sahl, Allah akan berfirman, "Hai hamba-Ku, sesungguhnya Aku-lah yang menentukan dan menakdirkan hal seperti itu. Aku pula yang akan mengampuni dan menutupi aib-aibmu."
Walhasil, sekiranya kita berbuat salah, itu belum tentu akan mencelakakan kalau toh dibarengi dengan bertobat dan kesungguhan dalam mengakui kezaliman diri. Namun, sekali kita merasa mulia, shalih dan memiliki kedudukan di sisi Allah, itu jauh lebih hina dibandingkan kalau kita merasa kotor, salah dan merasa berlumur dosa dihadapan-nya. Sebaik-baik manusia adalah orang yang dibukakan pintu hatinya, sehingga sadar akan aib-aibnya sendiri.
Sahabat, orang yang dekat dengan Allah sibuk merasakan malu akan aib yang melekat pada dirinya, tetapi orang yang jauh daripada-Nya sibuk merasakan diri mulia di sisi-Nya. Na'udzubillah, mudah-mudahan kita terhindar dari segala ketersesatan dalam beramal. Wallahu'alam.