Al-Qur'an adalah mukjizat Rasulullah saw
yang senantiasa menemani umat Islam hingga akhir zaman. Al-Qur'an
adalah obat, petunjuk, pembeda yang haq dan bathil, dan pedoman umat
Islam menjalani kehidupan. Interaksi dengan Al-Qur'an adalah kemestian
apabila tidak ingin tersesat dari jalan yang lurus. Sejarah mencatat,
kejayaan umat Islam berbanding lurus dengan tingkat interaksi umat
dengan Al-Qur'an. Semakin tinggi interaksi umat Islam dengan Al-Qur'an,
semakin jaya Umat Islam di zaman itu. Begitu juga sebaliknya.
Dalam surat Al-Furqon
Ayat ke 30, Rasulullah mengadu bahwa umatnya meninggalkan Al-Qur'an
(mahjuro), mengapa Rasulullah mengadu seperti itu?
Memang, kalau kita cermati ayat 30 dalam
surat Al-Furqan ini, Rasulullah SAW mengadu kepada Allah SWT karena
sikap dan perlakuan kaum musyrikin yang telah mengabaikan seruannya dan
juga mencampakkan Al-Quran. Mereka telah mengacuhkan Al-Quran dalam
beberapa bentuk diantaranya: mereka tidak mau mengimani Al-Quran, mereka
tidak mau mendengarkan Al-Quran, bahkan mereka menolaknya dan
mengatakan bahwa Al-Quran adalah ucapan dan bualan Muhammad si tukang
syair dan sihir . Kaum musyrikin juga berusaha untuk mencegah
orang-orang yang berusaha mendengarkan Al-Quran dan dakwah Rasulullah
SAW.
Apa ciri-ciri
seseorang disebut mahjuro/meninggalkan Al-Qur'an? Bagaimana interaksi
ideal seorang muslim terhadap Al-Qur'an agar tidak disebut mahjuro?
Ada banyak ciri dan bentuk hajru Al-
Quran (mengabaikan dan meninggalkan Al-Quran), diantaranya sebagaimana
yang dijelaskan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah dalam kitabnya
Al-Fawaid, beliau menjelaskan kalau bentuk meninggalkan Al-Quran itu
ada beberapa macam, Pertama: Tidak mendengarkan dan mengimaninya. Kedua: Tidak mengamalkannya, tidak peduli dengan halal dan haram suatu perkara, walau Al-Quran dibaca dan imaninya. Ketiga: tidak berhukum dan mengambil hukum dari Al-Quran. Keempat,
meninggalkannya dengan tidak mentadabburi, memahaminya dan mengetahui
maksud dari apa yang disampaikan Allah dalam ayat-ayat-Nya. Kelima : Meninggalkan dalam arti tidak menjadikan Al-Quran sebagai obat bagi penyakit-penyakit hati.
Dari penjelasan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
ini, tentunya kita tidak ingin termasuk dalam kategori orang yang
meninggalkan Al-Quran, seperti halnya kaum musyrikin tersebut, maka kita
harus meninggalkan kelima bentuk hajrul Quran ini.
Untuk seorang da'i,
tentu saja interaksinya terhadap Al-Qur'an harus lebih baik dibanding
masyrakat pada umumnya. Bagaimana bentuk interaksi yang ideal antara
seorang da'i dengan Al-Qur'an?
Seorang da’I adalah panutan bagi orang
yang didakwahinya, jadi interaksi seorang dai harus memiliki nilai
lebih. Sebagai contoh, kalau masyarakat membaca Al-Quran satu dua lembar
dalam sehari, seorang da’I harus membaca Al-Quran ½ samapai 1 juz
minimal dalam sehari. Kalau mereka hanya pandai membaca Al-Quran,
seorang da’I harus pandai dan faham serta dibarengi dengan pengamalan,
demikian seterusnya.
Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang da’i dalam berinterkasi dengan Al-Quran. Diantaranya adalah :
Membaca Al-Quran secara kontiniu.
Seorang da’i, seharusnya memiliki wirid Al-Quran, atau bacaan Al-Quran
secara kontiniu setiap hari, walaupun hanya sedikit yang dia baca, namun
bila mana ini terus menerus dikerjakan maka di masa yang akan datang
akan mengalami peningkatan dari segi kuantitas bacaan, dan ini yang
paling ideal. Sehingga paling tidak bila dalam satu hari Al-Quran dibaca
satu juz, dengan rincian setiap sehabis shalat fardhu yang dibaca 2
lembar (4 halaman) x 5 = 10 lembar (20 halaman), karena setiap juz
Al-Quran rata-rata 20 halaman atau 10 lembar bila kita mengacu pada
mushaf setakan timur tengah. Selanjutnya dalam tempo 30 hari akan
rampung tilawah Al-Quran sebanyak 30 juz.
Membacanya dengan tadabbur.
Al-Quran juga diturunkan untuk ditadabburi. Tadabbur Al-Quran adalah
memperhatikan ayat yang kita baca, merenungi dan menghayatinya sehingga
akan dapat memahaminya dengan baik, mengetahui maksud isi dan
kandungannya secara mendalam.
“Ini adalah kitab
yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang berakal mendapat
pelajaran”. (QS. Shad : 29)
Menghafalnya.
Menghafal Al-Qur’an sangat mudah. Allah SWT menjamin hal itu dalam
surat Al-Qamar dalam empat ayat yang berbeda (17, 22, 32, 40). Secara
tegas Allah SWT berfirman :
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran (diingat), maka adakah orang yang mengambil pelajaran”.
Langkah ini akan lebih efektif, bila
kita memulainya setelah bacaan Al-Qur’an kita sudah baik dan tentunya
harus dengan bimbingan seorang penghafal Al-Qur’an.
Selain para penghafal Al-Quran adalah
orang-orang pilihan Allah SWT. Mereka juga mendapat banyak perhatian
khusus dari Rasulullah SAW.
Dalam menghafal Al-Quran, yang paling
ideal adalah menghafal seluruh Al-Quran yaitu 30 juz. Walau demikian,
mereka yang menghafalnya tidak sampai sempurna, namun tetap saja mereka
akan mendapatkan kemulian, walaupun hanya menghafal beberapa juz atau
beberapa surat.
Memahaminya.
Selain dibaca dan dihafal, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana
kita bisa memahami Al-Quran, kita berharap dapat memahami ayat-ayat
kita baca dan yang sudah kita hafal. Dalam memahami Al-Quran tentunya
satu orang dengan orang lainnya memiliki kualitas pemahaman yang
berbeda, mulai dari memahami kosa kata, memahami secara global dan
memahami secara mendalam dengan penuh tadabbur.
Mengamalkannya.
Yaitu tidak kalah penting adalah bagaimana membiasakan diri kita agar
selalu terjaga dalam mengamalkan isi dan kandungan Al-Qur’an. Orang yang
selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an, lalu mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-harinya, maka seakan-akan dia adalah “Al-Qur’an
berjalan”. Dan pengamalan Al-Quran bisa melingkupi ruang pribadi
(internal), yaitu setiap individu dapat berusaha untuk mengamalkan
Al-Quran. Setelah itu diiringi dengan pengamalan ruang lingkup eksternal
(mengajak orang lain)
Salah satu interaksi
terhadap Al-Qur'an adalah mentadaburinya. Tetapi ada peringatan dari
Rasulullah bahwa kita tidak boleh berbicara tanpa ilmu tentang
Al-Qur'an. Apa rambu-rambu tadabur terhadap Al-Qur'an agar tidak
mendapatkan hasil perenungan yang salah atau menyimpang?
Ada banyak rambu yang harus
diperhatikan, atau perangkat yang harus dimiliki agar tadabbur kita
kepada Al-Quran tidak menyimpang, diantaranya adalah :
Pertama : Menguasai Bahasa Arab sebagai perangkat utama dalam memahami Al-Quran, karena Al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab.
Kedua
: Memiliki pemahaman Al-Quran minimal secara global, sehingga dapat
memahami dan mentadabburi Al-Quran dengan benar sejalan dengan
pemahaman ahli tafsir.
Ketiga
: Biasa mengamalkan isi dan kandungan Al-Quran dalam kehidupannya,
melaksanakan perintah Al-Quran dan menjauhi segala yang dilarannya. Imam
Hasan Bashri mengatakan : “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian
memandang Al-Quran bagaikan surat yang dilayangkan dari Tuhan mereka,
mereka mentadabburinya di malam hari dan mengaplikasikannya di siang
hari”.
Keempat
: Memperbanyak tilawah Al-Quran ikhlas karena Allah SWT, karena dengan
banyaknya tilawah Al-Quran akan semakin mengakrabnya diri pembaca dengan
al-Quran, dan dari sini tidak menutup kemungkinan Allah SWT akan
memudahkan dia untuk memahami dan mentadabburi Al-Quran secara benar.
Kelima
: Mengetahui rasm (jenis tulisan) Al-Quran dan batasan-batasannya serta
memiliki pemahan tajwid yang baik diantaranya faham betul tanda waqof
atau mengerti kapan kapan dia harus berhenti saat tilawah Al-Quran.
Karena bila mana ini tidak diperhatikan bisa jadi akan salah dalam
memahami Al-Quran.
Keenam :
Memperbanyak bangun malam, terutama di sepertiga malam terkahir untuk
shalat tahajjud dan membaca Al-Quran dalam shalat, karena waktu tersebut
sangat tepat untuk bisa mentadabburi kalamullah.
Bentuk interaksi yang
lain adalah menghafal Al-Qur'an. Ada banyak alasan orang-orang
menghindari menghafal Al-Qur'an seperti sibuk tak punya waktu dan ada
juga yang mengaku mempunyai hafalan yang lemah. Sebatas apa uzur bagi
seseorang untuk tidak menghafal Al-Qur'an?
Menghafal Al-Quran hukumnya fardhu kifayah, bila seorang Mukmin dalam
jumlah yang cukup sudah mempu untuk menghafalnya, maka gugurlah
kewajiban Mukmin lainnya, namun demikian penghafal Al-Quran adalah
hamba-hamba pilihan Allah SWT dan banyak memiliki kelebihan
dibandingkan dengan orang yang tidak hafal Al-Quran.
berikutnya tidak ada udzur bagi seorang
Mukmin untuk tidak hafal Al-Quran, minimal surat yang dia baca di dalam
shalatnya, seperti surat Al-fatihah. Jadi kalau ada pertanyaan sebatas
apa udzur seseorang untuk tidak menghafal Al-Quran, maka ini kembali
kepada pemahaman pribadi seseorang. Apakah dia ingin mendapatkan
kelebihan dan keutamaan yang akan didapat bila ia hafal Al-Quran.
Namun bagi seorang dai, harus hafal
Al-Quran, walau tidak semuanya, (30 juz idealnya), atau bisa beberapa
juz atau minimal dia hafal dan faham benar tafsir dari ayat-ayat yang
sering dijadikan dalil dalam dakwahnya, namun yang terpenting ada mampu
untuk beristidlal dan berintinbath dari ayat yang dia jadikan dalil,
jangan sampai timbul seakan ayat ini tidak relevan lantaran seorang dai
kurang tepat dalam menempatkan ayat pada suatu perkara.
Apa pengaruh interaksi Al-Qur'an pada kepribadian seorang mukmin?
Orang yang Mukmin yang berinteraksi
kepada Al-Quran akan memiliki perbedaan bila dibandingkan dengan mereka
yang tidak. Pengaruh interaksi kepada Al-Quran itu akan Nampak jelas
dalam kehidupan nyata kita. Al-Quran akan selalu menjadi inspirasi utama
dalam keseharian kita. Mari kita tengok bagaimana gambaran diri
Tauladan kita rasulullah SAW, sebagaimana yang digambarkan secara
singkat oleh isteri beliau Aisyah RA, “Akhlaqnya adalah Al-Quran”.
Jelas ini adalah kalimat yang singkat namun maknanya sangat dalam
sekali. Demikian pula dengan para sahabat beliau, mereka adalah generasi
pertama dan utama, generasi Al-Quran yang unik.
Adakah perbedaan
interaksi umat Islam terhadap Al-Qur'an saat kejayaan Islam pada abad
pertengahan dengan saat umat Islam lemah sekarang ini?
Dahulu, umat Islam lebih mudah untuk
mengamalkan isi dan kandugan Al-Quran bila dibandingkan dengan
menghafalnya. Karena mereka selalu membarengi hafalan dengan pengamalan.
Dan tentunya ini akan terlihat sesuai dengan perkembangan zaman,
semakin dekat kiamat, semakin banyak kerusakan di muka bumi dan semakin
banyak pulan umat yang meninggalkan Al-Quran. Namun demikian kita tidak
ingin termasuk orang-orang yang akan meninggalkan Al-Quran.
Kita sering mendengar
berita mengabarkan bahwa di tanah Palestina banyak terdapat huffazh
(para penghafal Al-Qur'an). Adakah pengaruhnya keberadaan para hufazh
itu di negeri yang sedang bergejolak?
Para penghafal Al-Quran akan menjadi
pelopor utama dalam menghalau pengaruh asing yang ingin memperburuk
citra Islam. Sebagai contoh para sahabat RA adalah para penghafal
Al-Quran, dan mereka adalah para pejuang/mujahid yang berada di garda
terdepan dalam menghalau kaum yang mengganggu dan memushi Islam dengan
berbagai macam dan cara. Ini dapat terlihat dalam perang Yamamah, dimana
sebanyak 70 sahabat penghafal Al-Quran yang syahid di medan tempur
tersebut.
Di Palestina khususnya di Gaza, para
penghafal Al-Quran mereka yang jumlahnya tidak kurang dari 5.000 Huffazh
siap menghalau masuknya tentara zionis yang telah dan akan mengganggu
negeri para mujahid teserbut.
Umat muslim di
Indonesia saat ini dilanda kemiskinan dan di bawah bayang-bayang
dominasi musuh Islam. Bagaimana ustadz memandang kondisi interaksi umat
Islam Indonesia dengan Qur'an? Dan apakah interaksi yang baik dengan
Al-Qur'an itu menjadi jawaban untuk kebangkitan umat Islam Indonesia?
Memang tingkat interaksi umat Islam di
Indonesia masih belum memenuhi harapan kita, namun demikian sudah banyak
kemajuan sejak 20an tahun terkahirn ini, walau pun yang lebih
terilahanya baru hanya sebatas interaksi mereka dalam bentuk membacanya.
Dan tentunya bila tingkat interkasi umat Islam ini baik dan meningkat
terus, maka kita sangat yakin bahwa ini akan menjadi bahan bakar
kebangkitan umat Islam di Indonesia. Dan sudah sejak lama Rasulullah SAW
isyaratkan bahwa Allah SWT akan angkat dan tinggikan orang-orang yang
selalu berinteraksi kepada Al-Quran secara menyeluruh. “Sesungguhnya
Allah akan mengangkat banyak umat dengan Al-Quran ini dan akan
merendahkannya dengan Al-Quran pula”.
Selalu berpegang teguh kepada
Al-Quran,mulai dari diri kita, pelajari, dibaca setiap hari siang dan
malam, amalkan, ajarkan orang lain dan berdoalah kepada Allah agar
Al-Quran senantiasa menjadi penyejuka hati kita. Juga jangan lupa agar
kita selalu dekat dengan Al-Quran, jadikan Al-Quran ‘teman’ dan yang
tidak akan pernah kita jauhi. Semoga atas izin Allah, di hari kiamat
kelak kita semua akan mendapatkan syafaat Al-Quran.
Ustadz H. Taufik Hamim Effendi.