Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Gempita Valentine's Day sangat meriah di
negeri kita yang mayoritas kaum muslimin. Pusat berbelanjaan menjadikan
moment ini untuk menarik pengunjung, khususnya dari kalangan remaja.
Media juga sibuk mencari sensasi melalui sarana syahwati ini. Pebisnis
makanan juga tak mau ketinggalan, ikut menyemarakkan hari kasih sayang
haram melalui tawaran potongan harga dan lainnya.
Kita akui, banyak umat Islam yang masih
menganggap perayaan Valentine's Day sebagai budaya semata. Mereka
berpandangan, ini tak ada hubungannya dengan nilai agama. Terlebih paham
sekularisme yang sudah mengakar, sehingga memposisikan agama hanya pada
tempat-tampat tertentu. Setelah itu, agama tak boleh berperan dalam
kehidupan harian. Ditambah munculnya pemikiran liberalisme dan
pluralisme sehingga kebenaran menjadi samar dalam pandangan orang.
Secara historis, Valentine's Day
merupakan praktek peribadatan dalam agama Kristen untuk mengenang St.
Valentin yang mati sebagai martir untuk membela agamanya. Karenanya umat
Islam harus berlepas diri dari tradisi ini. Sebab, tuntutan keimanan
adalah membenci dan berlepas diri dari kekafiran dan pelakunya.
Sedangkan menyerupai orang kafir dan ikut-ikutan dengan budaya mereka
adalah tanda jelas adanya kecintaan dan kasih sayang kepada orang kafir.
Sementara Allah telah melarang kaum mukminin mencintai, loyal dan
mendukung mereka. Sedangkan loyal dan mendukung mereka adalah sebab
menjadi bagian dari golongan mereka, -semoga Allah menyelamatkan kita
darinya-.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (QS. Al-Maidah: 51)
Abdullah bin Utbah berkata, "Hendaknya
salah seorang kalian takut menjadi Yahudi atau Nasrani tanpa ia sadari."
Ibnu Sirin berkata, "Kami yakin dia (Abdullah bin Utbah) memaksudkan
ayat ini." (Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir)
لَا تَجِدُ
قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ
حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ
أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu
kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang
dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau
pun keluarga mereka." (QS. Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Menyerupai (mereka) akan menunbuhkan kasih sayang, kecintaan, dan
pembelaan dalam batin. Sebagaimana kecintaan dalam batin akan melahirkan
musyabahah (ingin menyerupai) secara zahir.” Beliau berkata lagi dalam
menjelaskan ayat di atas, “Maka Dia Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan,
tidak akan didapati seorang mukmin mencintai orang kafir. Maka siapa
yang mencintai orang kafir, dia bukan seorang mukmin. Dan penyerupaan
zahir akan menumbuhkan kecintaan, karenanya diharamkan.”
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
secara tegas melarang umatnya dari ikut-ikutan kepada budaya dari luar.
Bahkan beliau mengancam kepada siapa yang masih suka membebek dan
ikut-ikutan, ia bagian dari orang kafir tersebut.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR.
Abu Dawud, Ahmad dan dishahihkan Ibnu Hibban. Ibnu Taimiyah
menyebutkannya dalam kitabnya Al-Iqtidha’ dan Fatawanya. Dishahihkan
oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 2831 dan 6149)
Syaikhul Islam berkata, “Hadits ini
–yang paling ringan- menuntut pengharaman tasyabbuh (menyerupai) mereka,
walaupun zahirnya mengafirkan orang yang menyerupai mereka seperti
dalam firman Allah Ta’ala, “Siapa di antara kamu yang berloyal kepada
mereka, maka sungguh ia bagian dari mereka.” (QS. Al-Maidah: 51).”
(Al-Iqtidha’: 1/237)
Imam al-Shan’ani rahimahullaah
berkata, “Apabila menyerupai orang kafir dalam berpakaian dan meyakini
supaya seperti mereka dengan pakaian tersebut, ia telah kafir. Jika
tidak meyakini (seperti itu), terjadi khilaf di antara fuqaha’ di
dalamnya: Di antara mereka ada yang berkata menjadi kafir, sesuai dengan
zahir hadits; Dan di antara yang lain mereka berkata, tidak kafir tapi
harus diberi sanksi peringatan.” (Lihat: Subulus salam tentang syarah
hadits tesebut)
Ibnu Taimiyah rahimahullaah
menyebutkan, bahwa menyerupai orang-orang kafir merupakan salah satu
sebab utama hilangnya (asingnya syi’ar) agama dan syariat Allah, dan
munculnya kekafiran dan kemaksiatan. Sebagaimana melestarikan sunnah dan
syariat para nabi menjadi pokok utama setiap kebaikan. (Lihat:
Al-Iqtidha’: 1/314)
Maka dari sini jelas bahwa merayakan
Valentine's Day bukan semata maksiat, tapi kekufuran. Siapa yang nekad
tetap merayakannya dan memeriahkannya bisa membayakan akidah dan
keimanannya. Karenanya tidak ada alasan yang bisa dibenarkan jika umat
Islam, -remaja, pemuda, atau orang tua- ikut-ikutan merayakan hari kasih
sayang atas nama Valentine's Day. Wallahu Ta'ala A'lam.