"Dan tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebaikan dan ketakwaan." (QS Al-Maidah : 2)
Orang yang tidak mendapat hidayah dari Allah, hidup di dunia ini terasa lelah, takut, cemas, was-was, gelisah, dan bingung. Tidak sedikit orang kaya malah menderita dengan kekayaannya. Kekayaan yang melimpah justru semakin membuat sengsara dan menyiksanya. Semakin kaya semakin banyak barang yang harus dijaganya, takut hilang, takut dicuri orang, memunculkan sifat ingin dipuji, dan sebagainya.
Ada juga yang menyangka bahwa dengan kedudukan, pangkat, dan gelar maka seseorang akan memperoleh kemuliaan. Dia menganggap kemuliaan itu datang dari gelar. Sehingga dia kasak kusuk kesana kemari memburu kedudukan dan gelar. Sekolah tidak, kuliah tidak, tiba-tiba bertitel master atau doktor.
Mengapa ada orang yang sampai mau membeli gelar, membohongi dirinya sendiri? Padahal semua itu tidak ada artinya kalau dia tidak mendapatkan hidayah dan taufik dari Allah untuk menjadi orang yang tahu agama. Setinggi apapun gelar atau kedudukannya, setiap manusia suatu saat pasti akan mati.
“Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk (hidup), maka
sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang
disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong”. (Q.S.
An-Nahl (16) : 37)
Orang yang jauh dari agama, jauh dari Alquran, apapun yang diberikan Allah kepadanya pasti hanya akan membuat dirinya hina. Harta, gelar, pangkat, jabatan yang diberikan Allah kalau tidak diikuti dengan ketaatan kepada Allah, pasti akan menyiksa. Hidupnya semrawut, hiruk pikuk, rebutan, sikut sana sikut sini, tidak peduli aturan, tidak peduli etika.
Kalau kita mendapat hidayah dari Allah, seperti berjalan di jalan yang terang benderang. La khaufun alaihim wa laa hum yahzanuun. 'Tidak ada ketakutan pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati'. Itulah orang yang mendapat hidayah dari Allah, dia tidak pernah panik menghadapi kehidupan dunia. Tapi, dia akan merasa risau kalau tidak mampu berbuat yang terbaik dengan apa yang bisa dia lakukan.
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(Q.S. Al-Ankabut (29) : 69)
Jika orang lain takut tidak punya uang, maka orang yang mendapatkan hidayah takut kalau tidak punya jujur, takut jika tidak punya syukur, takut bila tidak punya sabar. Banyak orang takut karena tidak memiliki gelar, padahal yang seharusnya ditakuti adalah ketidakmampuan mempertangungjawabkan gelar tersebut.
Barangsiapa yang Allah beri hidayah, tidak ada
seorang pun yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang telah Allah
sesatkan, tidak ada seorang pun yang bisa memberi hidayah kepadanya.
Allah berfirman yang artinya “Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213) dan Allah berfirman yang artinya “Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemberi petunjuk.” (QS. Az-zumar:23).
Hidayah taufik sendiri memang murni di tangan Allah. Allah memberikannya
kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kita
pasif dan berpangku tangan menunggu datangnya hidayah. Termasuk tuntunan
salafus shalih adalah aktif mencari dan mengejar hidayah, mengorbankan segala
yang ada, baik harta maupun nyawa, untuk meraih hidayah. Betapa banyak kisah
kesabaran mereka dalam mempertahankan hidayah, karena mereka mengetahui
mahalnya nilai hidayah, agungnya anugerah hidayah, serta besarnya keutamaan
orang-orang yang istiqamah di atas hidayah.