Fitnah Kegelapan di Akhir Zaman
Ustadz Abu Fatiah Al Adnani
Salah satu persoalan
yang perlu mendapat perhatian serius tentang akhir zaman adalah Fenomena
Fitnah Duhaima’ sebagaimana yang dijanjikan oleh Rosululloh saw.
Duhaima’ yang bermakna kelam atau gelap gulita merupakan fitnah terbesar
yang akan dilalui dalam salah satu fase perjalanan umat Islam. Riwayat
yang menyebutkan akan terjadinya fitnah ini adalah sebagaimana yang
dikisahkan dari Abdullah bin ‘Umar bahwasanya ia berkata: “Suatu ketika
kami duduk-duduk di hadapan Rosululloh ShallAllohu alaihi wa sallam
memperbincangkan soal berbagai fitnah, beliau pun banyak bercerita
mengenainya. Sehingga beliau juga menyebut tentang Fitnah Ahlas. Maka, seseorang bertanya: ‘Apa yang dimaksud dengan fitnah Ahlas ?’ Beliau menjawab :
هِيَ هَرَبٌ وَحَرْبٌ ثُمَّ فِتْنَةُ
السَّرَّاءِ دَخَنُهَا مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي
يَزْعُمُ أَنَّهُ مِنِّي وَلَيْسَ مِنِّي وَإِنَّمَا أَوْلِيَائِي
الْمُتَّقُونَ ثُمَّ يَصْطَلِحُ النَّاسُ عَلَى رَجُلٍ كَوَرِكٍ عَلَى
ضِلَعٍ ثُمَّ فِتْنَةُ الدُّهَيْمَاءِ لَا تَدَعُ أَحَدًا مِنْ هَذِهِ
الْأُمَّةِ إِلَّا لَطَمَتْهُ لَطْمَةً فَإِذَا قِيلَ انْقَضَتْ تَمَادَتْ
يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا حَتَّى يَصِيرَ
النَّاسُ إِلَى فُسْطَاطَيْنِ فُسْطَاطِ إِيمَانٍ لَا نِفَاقَ فِيهِ
وَفُسْطَاطِ نِفَاقٍ لَا إِيمَانَ فِيهِ فَإِذَا كَانَ ذَاكُمْ
فَانْتَظِرُوا الدَّجَّالَ مِنْ يَوْمِهِ أَوْ مِنْ غَدِهِ
‘Yaitu fitnah pelarian dan peperangan. Kemudian Fitnah Sarra’, kotoran
atau asapnya berasal dari bawah kaki seseorang dari Ahlubaitku, ia
mengaku dariku, padahal bukan dariku, karena sesungguhnya waliku
hanyalah orang-orang yang bertakwa. Kemudian manusia bersepakat pada
seseorang seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah Duhaima’ yang
tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali dihantamnya. Jika
dikatakan : ‘Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut, di dalamnya
seorang pria pada pagi hari beriman, tetapi pada sore hari menjadi
kafir, sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan yang
tidak mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung
keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada
hari itu atau besoknya.1
Jika
melihat dari teks yang menjelaskan berbagai bentuk fitnah di atas,
nampaknya hakikat dan terjadinya fitnah-fitnah tersebut saling
berhubungan satu sama lain. Peristiwa yang satu akan menjadi penyebab
munculnya fitnah berikutnya. Sebagaimana tersebut dalam nash di atas,
beliau mengungkapkan dengan kalimat ‘tsumma’ yang bermakna kemudian. Ini
menunjukkan bahwa fitnah-fitnah tersebut akan terjadi dalam beberapa
waktu, yang ketika hampir berakhir atau masih terus terjadi hingga
puncaknya, maka dilanjutkan dengan fitnah berikutnya. Kalimat “tsumma”
menunjukkan jeda waktu yang tidak pasti, namun menunjukkan makna
“tartib” (kejadian yang berurutan).
Fitnah pertama yang beliau sebutkan adalah Fitnah Ahlas. Kata Ahlas merupakan bentuk plural dari kata “hilsun ” atau “halasun”, yaitu
alas pelana atau kain di punggung unta yang berada di bawah pelana.
Fitnah ini diserupakan dengan alas pelana karena ada persamaan dari sisi
terus menerus menempel / terjadi.
Tentang
realita fitnah Ahlas ini, sebagian ada yang berpendapat bahwa ia sudah
terjadi semenjak zaman para sahabat, dimana Al-Faruq ‘Umar bin Khaththab
adalah merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah
ini, sebagaimana yang diterangkan Nabi ShallAllohu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau berkata kepada ‘Umar: “Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan hancur.”2 Dan sabda Rosul ShallAllohu ‘Alaihi wa Sallam ini
memang menjadi kenyataan dimana ketika ‘Umar baru saja meninggal dunia,
hancurlah pintu tersebut dan terbukalah fitnah ini terhadap kaum
Muslimin dan ia tidak pernah berhenti sampai sekarang ini.
Adapun Fitnatu Sarra’, makaImam
Ali Al Qaari menyatakan yang dimaksud dengan fitnah ini adalah nikmat
yang menyenangkan manusia, berupa kesehatan, kekayaan, selamat dari
musibah dan bencana. Fitnah ini disambungkan dengan sarra’ karena
terjadinya disebabkan timbul / adanya berbagai kemaksiatan karena
kehidupan yang mewah, atau karena kekayaan tersebut menyenangkan musuh.
Terjadinya fitnah sarra’ ini diawali oleh seorang yang secara nasab bersambung
kepada Rosululloh ShallAllohu alaihi wa sallam (Ahlu Bait). Namun
perilakunya yang menyebabkan bencana ini menjadikannya tidak bisa
dianggap
Beliau juga mengatakan bahwa boleh jadi yang dimaksud “yaz’umu annahu minni”
adalah mengklaim bahwa apa yang dikerjakan adalah datang dari
Rosululloh saw, meskipun jika dilihat dzahir nashnya adalah benar-benar
mengaku secara nasab.
Jika
untuk kedua fitnah di atas Rosululloh saw hanya menjelaskan secara
singkat, maka untuk Fitnah Duhaima beliau saw memberikan penjelasan yang
lebih rinci. Ada beberapa ciri khusus dari fitnah ini yang tidak
dimiliki oleh fitnah sebelumnya.
1. Fitnah
ini akan menghantam semua umat islam (lebih khusus lagi pada bangsa
Arab). Tidak seorangpun dari warga muslim yang akan terbebas dari fitnah
ini. Beliau menggunakan lafadz “lathama” yang bermakna menghantam, atau
memukul bagian wajah dengan telapak tangan (menempeleng/menampar). Kalimat ini merupakan gambaran sebuah fitnah yang sangat keras dan ganas.
2. Fitnah
ini akan terus memanjang, dan tidak diketahui oleh manusia kapan ia
akan berakhir. Bahkan ketika manusia ada yang berkata bahwa fitnah itu
sudah berhenti, yang terjadi justru sebaliknya; ia akan terus memanjang
dan sulit diprediksi kapan berhentinya. Inilah maksud ucapan beliau : Jika dikatakan : ‘Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut.
3. Efek
dahsyat yang ditimbulkan oleh fitnah ini, yaitu munculnya sekelompok
manusia yang di waktu pagi masih memiliki iman, namun di sore hari telah
menjadi kafir. Ini merupakan sebuah gambaran tentang kerasnya fitnah
tersebut.
4.
Terbelahnya manusia (muslim) dalam dua kelompok/kemah besar. Satu
kelompok berada di kemah keimanan dan kelompok lainnya berada di kemah
kemunafikan..
Menguak Misteri Fitnah Duhaima’
Untuk lebih jelasnya, mudah-mudahan uraian di bahwa ini bisa menyingkap misteri yang masih menyelimuti fitnah ini.
Rosululloh saw
menggambarkan bahwa fitnah ini bersifat menghantam seluruh umat ini
(hadzihi ummah). Umat yang dimaksudkan oleh Rosululloh saw dalam hadits
tersebut sudah pasti bermakna umat Islam. Namun, apakah ia khusus untuk
bangsa Arab (dimana yang diajak bicara oleh Rosululloh saw saat itu
adalah para sahabat yang merupakan orang Arab) ataukah berlaku umum
untuk seluruh manusia? Jika melihat keumuman lafadz, maka kedua makna
tersebut adalah benar adanya. Fitnah tersebut bisa menimpa kepada setiap
muslim baik Arab maupun ‘ajam, sebab dalam nash tentang hadits fitnah
Duhaima’ Rosululloh saw tidak menyebut lafadz khusus Bangsa Arab. Lalu,
fitnah seperti apa yang pernah menimpa seluruh umat Islam dan terkhusus
umat Islam dari bangsa Arab ?
Jika melihat
ciri-ciri yang dijelaskan oleh Rosululloh saw dalam riwayat di atas,
setidaknya ada dua bentuk fitnah yang paling mendekati gambaran dan
tafsiran tentang fitnah Duhaima’ tersebut. Keduanya adalah:
1. Fitnah demokrasi sekuler liberal yang dipaksakan oleh barat kepada dunia.
Demokrasi
sekuler liberal adalah sebuah paham yang didasarkan pada suara terbanyak
dari rakyat. Ideologi yang menjadikan keputusan berada di tangan rakyat
-tanpa memperhatikan apakah sesuai dengan hukum Islam atau justru
bertolak belakang- jelas merupakan sebuah ideologi kufur yang ditentang
oleh para ulama. Tidak sedikit ulama yang telah mengupas akan kekafiran
sistem ini, dimana Alloh tidak boleh ‘terlibat’ dalam sebuah keputusan
undang-undang. Dan sebagaimana realita yang ada, ideologi ini mulai
menjangkiti beberapa negara dengan mayoritas muslim yang sebelumnya
menolak untuk dijadikan sebagai landasan bernegara.
2. Fitnah perang melawan terorisme dan kelompok teroris.
Pasca peristiwa
11 September 2001, tidak ada isu yang lebih panas melebihi wacana
tentang perang melawan terorisme. Bangsa barat yang dikomandoi oleh
Amerika telah menabuh genderang perang untuk melawan terorisme. Banyak
pihak yang meyakini bahwa tujuan pengobaran perang melawan kelompok
terorisme adalah perang melawan Islam. Bukti-bukti di lapangan
menunjukkan akan hal itu. Bush sendiri menyatakan bahwa perang ini
adalah perang salib yang bertujuan untuk menghabisi umat Islam. Klaim
bahwa barat hanya bermaksud untuk memburu para pelaku teror adalah
kedustaan, sebab dalam realitanya korban terbesar dari perang ini adalah
para sipil muslim yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak yang
tidak berdosa. Fakta lain yang juga sulit dibantah adalah bahwa jumlah
kelompok teroris di seluruh dunia ini lebih dari ratusan kelompok, namun
barat hanya mendefinisikan kelompok teroris yang wajib dibasmi adalah
mereka yang beragama Islam.
Sebenarnya ada
beberapa pendapat lain tentang fitnah duhaima’ ini, namun jika dilihat
dari berbagai sudut pandang, dua bentuk fitnah inilah yang paling sesuai
dengan keempat ciri yang dijelaskan oleh Rosululloh saw tentang fitnah
duhaima’. Untuk lebih jelasnya kami akan memaparkan secara rinci hakikat
dari kedua bentuk fitnah ini.
Antara Fitnah Duhaima’ dan Fitnah Demokrasi Sekuler Liberal
Beberapa point berikut akan menjelaskan beberapa korelasi antara fitnah duhaima’ dengan realita fitnah demokrasi:
1. Fitnah Duhaima’ akan menghantam seluruh umat Islam. Hal yang serupa juga terjadi pada fitnah demokrasi.
Jika melihat pada fase sejarah umat Islam yang merujuk pada hadits tentang periodesasi umat Islam 3,
maka pasca runtuhnya Khilafah Turki Utsmani kaum muslimin mulai
memasuki periode terburuk dalam sejarahnya. Runtuhnya Daulah Islam telah
menyebabkan digantinya sistem khilafah dengan sistem sekuler yang
melahirkan para pemimpin diktator. Sejak saat itu, berakhirlah masa
kepemimpinan mulkan adhud dan dimulailah periode mulkan jabbar
(raja bengis dan diktator). Meski saat itu periode mulkan jabbar hampir
merata di seluruh dunia, sebenarnya demokrasi sudah dimulai dari
Prancis pada sekitar abad 18. Saat itu ideologi demokrasi dengan pemilu
sebagai produk turunannya belum laku dan tidak banyak dilirik
banyak manusia. Kejayaan dan kemenangan para pemimpin diktator membuat
ideologi demokrasi tidak disukai oleh para diktator. Barulah di abad 20
ideologi itu mulai diterima, bahkan di awal abad 21, negara barat
(Amerika) ‘memaksakan’ agar seluruh dunia menggunakan sistem tersebut
sebagai ideologi yang harus dipakai oleh setiap negara.
Selanjutnya,
dengan desakan-desakan yang semakin memojokkan, mereka lalu memaksa agar
negeri-negeri Muslim lainnya menerapkan azas demokrasi ini. Amerika
telah mendesak Husni Mubarak, diktator Mesir, guna menyelenggarakan
sistem pemilu yang demokratis untuk pertama kalinya. Sebelumnya, Hafez
Al-Assad,
diktator Suriah telah terlebih dahulu pergi ke alam baqa.
Pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafiq Al-Hariri yang
dinisbatkan kepada perintah langsung pemimpin Suriah, Bashar Al-Assad,
nampaknya akan menjadi alasan bagi Amerika guna menghapus sepenuhnya
sistem totaliter di Suriah. Sementara itu Palestina pun telah menerapkan
sistem demokrasi secara penuh setelah kematian Yasser Arafat. Di sisi
lain, sekutu Amerika di Eropa telah berhasil menjinakkan Khadafy,
diktator Arab belahan barat lainnya. Kemudian, Arab Saudi pun akhirnya
bersedia memulai sistem demokrasi secara bertahap dimulai dengan
menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota Dewan Kota Riyadh, yang
sangat boleh jadi akan membuka jalan bagi runtuhnya Kerajaan Arab Saudi
itu sendiri. Terakhir, Kuwait telah bergerak lebih jauh dalam menerapkan
sistem demokrasi, sekaligus mengijinkan kaum perempuan mengikuti
pemilu.
Hal yang sama
terjadi di negeri-negeri Muslim di Asia Tengah bekas wilayah Uni Soviet.
Rakyat Kirgistan melakukan revolusi menumbangkan rezim diktator
pimpinan Askar Akayev pada Maret 2005 dan melakukan pemilu yang
demokratis pada Juli 2005. Sebelumnya, pada Mei 2005 terjadi sebuah
tragedi ketika sebuah demonstrasi oleh rakyat Uzbekistan dibantai oleh
tentara yang menewaskan lebih kurang 500 orang. Kejadian itu serta merta
menimbulkan teriakan di negara-negara Barat, khususnya pemerintah
Inggris dan Amerika, agar Uzbekistan segera mendemokratisasi negerinya.
Barangkali ini merupakan awal dari proses menuju penumbangan Diktator
Islam Karimov yang memimpin negeri itu. Agaknya, revolusi menumbangkan
rezim-rezim diktator juga akan segera mengimbas ke negara-negara Muslim
tetangganya seperti Kazakhastan dan Tajikistan. Kemudian pada 18
September 2005 Afganistan menyelenggarakan Pemilu. Demikian pula di
Azerbaijan, terjadi demo menuntut pengulangan pemilu yang dinilai curang
oleh pihak oposisi.
Dari uraian di
atas jelaslah bahwa paham kufur ini telah melanda seluruh dunia Islam.
Metode penerapannya di negeri-negeri itu dipaksakan oleh barat dengan
cara-cara yang amat kasar. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
fitnah demokrasi ini benar-benar telah menampar umat Islam dengan
tamparan yang keras, dimana mereka yang menghendaki tegaknya syari’at
Islam akan menghadapi tuduhan-tuduhan jahat dan julukan-julukan yang
menyakitkan.
2. Fitnah Duhaima’ tidak diketahui kapan masa berakhirnya. Demikian pula dengan fitnah demokrasi.
Wacana tentang
kemunculan Al-Mahdi yang sudah semakin dekat banyak dikaitkan dengan
beragam gejala dan fenomena yang ada saat ini. Bagi sebagian peneliti
yang meyakini bahwa Al-Mahdi adalah seorang Khalifah yang muncul setelah
berakhirnya periode mulkan jabbar, maka keberadaan sistem demokrasi
yang telah menggusur sistem mulkan jabbar justru menjadi satu pertanyaan
tersendiri. Kemunculan ideologi demokrasi yang menggusur dan
menumbangkan ideologi diktator dianggap menjadi tanda dekatnya masa yang
dijanjikan oleh Rosululloh saw tentang kemunculan khilafah rasyidah
(Al-Mahdi) itu sendiri. Dengan kata lain, kemunculan periode demokrasi
liberal merupakan pengantar untuk datangnya masa khilafah rasyidah.
Sebagaimana
tanda-tanda kiamat lainnya (yang semuanya kebanyakan merupakan
perkara-perkara ghaib), demikian pula dengan kemunculan Imam Mahdi yang
merupakan salah satu tanda kiamat. Ahlus Sunnnah meyakini bahwa
kemunculan Imam Mahdi dengan khilafah rasyidahnya merupakan masalah
ghaib yang tidak seorangpun bisa memastikan kapan kemunculannya secara
detil. Dengan demikian, keberadaan fitnah demokrasi yang menggantikan
periode mulkan jabbar adalah sebuah masa yang tidak seorangpun
mengetahui masa berakhirnya. Meski sudah banyak kalangan yang membuat
analisa dan perkiraan tentang kemunculan Al-Mahdi (dan sebagian besar
tidak terbukti), nyatanya hingga kini Al-Mahdi belum juga muncul.
Pertanyaan tentang kapankah Al-Mahdi akan muncul tidak jauh berbeda
dengan pertanyaan ’kapankah masa keemasan demokrasi liberal ini akan
berakhir?’. Sebab, sebagaimana analogi di atas, dengan berakhirnya masa
keemasan demokrasi –dan demi Alloh!, demokrasi ini pasti akan tumbang-
maka akan dimulailah periode khilafah rasyidah.
3.
Fitnah Duhaima’ akan menimbulkan efek munculnya orang-orang yang beriman
di pagi hari dan kufur di sore atau sebaliknya. Yang terjadi pada
fitnah demokrasi juga sebagaimana yang terjadi pada fitnah duhaima’.
Sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa demokrasi merupakan ideologi
kufur yang tidak menghendaki campur tangan Alloh dalam urusan manusia
dengan dunianya. Keengganan sekelompok masyarakat untuk menjadikan hukum
Alloh sebagai aturan hidup dan menjadikan pendapat mayoritas sebagai
acuan dalam mengambil setiap aturan hidup merupakan bentuk kesyirikan
nyata. Dengan demikian, besar kemungkinan semua pihak yang turut
mengambil bagian dalam tegaknya sistem demokrasi ala barat ini akan
terjerumus dalam lubang kekafiran. Dan realita seperti inilah yang
kebanyakan tidak disadari oleh banyak manusia. Wal iyadz billah.
4.
Fitnah duhaima’ akan membelah manusia menjadi dua kelompok besar;
kelompok mukmin yang tidak tercampur dengan kemunafikan dan kelompok
munafik yang tidak memiliki keimanan. Hal yang serupa juga bisa terjadi
pada fitnah Demokrasi.
Satu hal yang
juga lazim terjadi dalam sistem demokrasi adalah pemilu, dimana seorang
pemimpin –-yang kelak membuat / mengesahkan undang-undang kufur- dipilih
berdasarkan suara mayoritas. Dalam
hal ini, setiap rakyat baik yang setuju atau tidak setuju dengan
pemimpin yang terpilih, secara konstitusi harus menerima pemimpin
tersebut dan menaati putusannya. Semakin melengkapi rusaknya sistem ini
adalah bahwa secara mayoritas pemimpin yang terpilih adalah mereka yang
paling jauh dari Alloh dan Rosul-Nya, dimana hukum yang akan ditegakkan
oleh pemimpin tersebut bukanlah Al-Qur’an dan Sunnah. Pemimpin semacam
ini sudah bisa dipastikan lebih dekat kepada kekufuran daripada
keimanan, sedang menaati mereka bisa menjerumuskan pada kemunafikan.
Dalam hal
ini, kemunculan Imam Mahdi di akhir zaman sudah dipastikan akan
memerangi agama demokrasi dan menegakkan seluruh syari’at Islam tanpa
kompromi. Maka sangat
tepat jika kita katakan bahwa mereka yang menerima kepemimpinan Imam
Mahdi secara total dipastikan akan turut memerangi ideologi demokrasi
yang telah menghina Alloh dan menyekutukan-Nya. Kelompok yang bergabung
dengan Al-Mahdi akan memerangi para konseptornya, pengusungnya,
orang-orang yang dipilihnya, termasuk para pemilihnya. Mereka yang
memerangi ideologi setan itulah mukmin sejati, sedang mereka yang merasa
berat meninggalkan ideologi kufur ini pastilah seorang munafik. Wallohu a’lam bish showab.
Antara Fitnah Duhaima’ dan Fitnah Perang Melawan Terorisme
Selanjutnya
beberapa point berikut akan menjelaskan beberapa korelasi antara fitnah
duhaima’ dengan realita fitnah perang melawan terorisme:
1. Fitnah Duhaima’ akan menghantam seluruh umat Islam. Hal yang serupa juga terjadi pada fitnah perang melawan terorisme.
Pasca peristiwa
runtuhnya WTC, Amerika dengan dibantu negara-negara barat langsung
menyatakan perang terhadap terorisme. Untuk lebih mengefektifkan hasil
dari perang ini, Amerika menekan seluruh negara dunia untuk turun
mengambil bagian dalam perang ini. Pada kenyataannya, perang ini lebih
ditujukan untuk menghabisi Islam dan kaum muslimin, hal itu terbukti
dari jumlah korban yang ditimbulkan akibat perang ini lebih banyak
menimpa kepada sipil dan rakyat yang tak berdosa ketimbang memburu
orang-orang yang tertuduh sebagai teroris. Atas kejadian ini, dunia
Islam merasakan musibah yang belum pernah dialami sebelumnya.
Hal yang lebih
mengerikan adalah bahwa Bush langsung mengambil tindakan kalap lainnya;
Bush tidak mengizinkan manusia manapun di dunia ini (terkhusus dunia
Islam) untuk bersikap netral. Salah
satu jargon dalam perang ini adalah; BERSAMA KAMI ATAU BERSAMA TERORIS!
Terhadap beberapa negara yang menolak untuk bekerjasama, pemerintahan
Bush memberikan opsi yang sangat pahit; LAWAN KAMI ATAU BERGABUNG
BERSAMA KAMI!.
Demikianlah
realita yang terjadi dalam perjalanan perang melawan terorisme ini.
Seluruh dunia Islam berkabung. Tidak ada lagi untuk menyatakan kebebasan
berpendapat dan HAM kecuali sesuai dengan restu Amerika, dan tidak ada
lagi ruang netral untuk memilih sikap.
Dalam hal ini,
korelasi antara fitnah duhaima’ dan fitnah terorisme yang dilihat dari
sudut pandang meratanya fitnah ini kepada seluruh dunia Islam -terlebih
negara-negara Arab- bukanlah hal yang samar. Tidak satupun negara
berpenduduk Islam kecuali harus mengambil opsi ini. Mereka yang berani
menolak secara terang-terangan dapat dipastikan akan berhadapan dengan
Amerika. Maka secara realita, fitnah terorisme ini telah menghantam kaum
muslimin, baik mereka yang dianggap teroris maupun bukan. Sebab, dalam
praktiknya perang melawan teroris ini hanyalah sekedar kedok bagi
Amerika dan Barat untuk bisa melampiaskan dendam mereka terhadap kaum
muslimin dengan dukungan seluruh penduduk dunia. Amerika telah memiliki
standar baku untuk definisi muslim yang boleh hidup dan muslim yang
harus dimusnahkan. Dan setiap pembaca akan mengerti; siapakah muslim
yang diperkenankan untuk tetap bernafas oleh Amerika, dan siapa pula
umat Islam yang harus dimusnahkan.
2. Fitnah Duhaima’ tidak diketahui kapan masa berakhirnya. Demikian pula dengan fitnah perang melawan terorisme.
Sebagian
pemikir dunia telah memprediksi bahwa peristiwa 11 September 2001 yang
meruntuhkan gedung kembar di New York akan merubah jarum sejarah. Dan
realita yang kita saksikan hingga detik menunjukkan kebenaran statement
tersebut.
Maka, jika
benar bahwa fitnah perang melawan anti terorisme ini merupakan bagian
dari fitnah Duhaima’, besar kemungkinan fitnah ini akan menggulung
manusia (kaum muslimin) dalam jangka waktu yang sangat panjang. Perang
ini akan terus berlangsung selama batas waktu yang tidak bisa
diprediksi. Sebagaimana yang juga dikatakan oleh George W. Bush sendiri
dalam salah satu pidatonya pasca serangan 11 September, bahwa perang
melawan terorisme ini akan terus berlangsung dan memakan waktu yang
sangat panjang, yang tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir. Wal iyadzu billah, wa la Haula wa la Quwwata illa billah.
3.
Fitnah Duhaima’ akan menimbulkan efek munculnya orang-orang yang beriman
di pagi hari dan kufur di sore atau sebaliknya. Yang terjadi pada
fitnah perang melawan terorisme juga sebagaimana yang terjadi pada
fitnah duhaima’.
Secara dzahir, kita bisa melihat bahwa fitnah perang melawan terorisme ini telah menyebabkan munculnya sekelompok manusia yang
dengan sangat mudah menggadaikan keimanan mereka. Hal
ini bisa kita saksikan pada kondisi kaum muslimin di berbagai belahan
dunia. Amerika telah memaksa setiap negara untuk bergabung bersamanya
dalam memerangi umat Islam di Afghanistan dan Iraq, dan mereka yang
menolak permintaan ini akan mendapatkan sanksi yang tidak kecil.
Sebagian negeri ada langsung mendapat ancaman embargo ekonomi juga
senjata, bahkan boikot internasional juga dijatuhkan atas negeri-negeri
yang membangkang untuk tunduk kepada Amerika. Sebagian
lain mendapat ancaman akan diserang langsung jika tidak tunduk kepada
keinginan Amerika. Negeri-negeri itu –karena berangkat untuk mencari
wajah Amerika atau karena rasa takutnya yang berlebihan- telah membuat
mereka menuruti apapun yang diinginkan oleh Amerika. Mereka berikan
apapun yang diinginkan, baik moril maupun materi. Dengan demikian,
ketundukan para pemimpin negara –yang tentunya disetujui oleh anggota
dewannya- untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada Amerika baik
dalam bentuk moril maupun materi, dalam rangka memerangi umat islam yang
ada di Afghanistan, Iraq maupun Palestina dan negeri-negeri Islam
lainnya; termasuk perkara perkara yang membatalkan keislaman seseorang. 4
Bagaimana
seorang muslim divonis kafir dalam kasus Fitnah Duhaima’ ini? Jika
asumsi fitnah perang terhadap terorisme ini benar-benar merupakan fitnah
Duhaima’, maka yang paling tampak darinya adalah sikap “tawalli” dan
mudzaharah”, yaitu memberikan loyalitas dan memberikan bantuan kepada
orang-orang kafir dalam memerangi kaum muslimin. Bentuknya sangat
beragam, mulai dari dukungan untuk memerangi kaum muslimin, bergabung
sebagai tentara sekutu, ikut ambil bagian dalam penangkapan-penangkapan
terhadap para mujahidin dengan tuduhan bahwa mereka adalah teroris
maupun sekedar memberikan informasi kepada para thaghut tentang
keberadaan mereka, atau sekedar kesanggupan untuk memberikan dukungan
moril dan tidak mengecam mereka. Kesimpulannya, bahwa bekerjasama dengan
Amerika dalam memerangi umat Islam di belahan bumi manapun, dengan cara
apapun, baik sekedar lisan maupun moral dan materi, maka itu semua
merupakan salah satu dari yang membatalkan keislaman seseorang. Dalam
skala luas yang dilakukan oleh sebuah negara, maka bentuk tawalli dan
mudzaharah ini bisa dalam bentuk menyediakan fasilitas dan tempat yang
memudahkan bagi para thaghut Amerika dalam memerangi negeri-negeri
Islam. Adapun alasan bahwa mereka terpaksa, maka alasan ini adalah
tertolak dan tidak akan mendapatkan udzur di sisi Alloh.
4.
Fitnah duhaima’ akan membelah manusia menjadi dua kelompok besar;
kelompok mukmin yang tidak tercampur dengan kemunafikan dan kelompok
munafik yang keimanan. Hal yang serupa juga bisa terjadi pada fitnah perang melawan terorisme.
Jika melihat
fenomena yang terjadi saat ini, maka realita yang ada menunjukkan bahwa
apa yang saat ini terjadi merupakan jawaban dari apa yang dijanjikan
oleh Rosululloh saw tentang fitnah duhaima’. Kami menduga –dan hakikat
yang sesungguhnya kita serahkan kepada Alloh– bahwa peristiwa fitnah
Terorisme adalah hakikat dari fitnah Duhaima’ atau setidaknya merupakan
bagian dari Fitnah Duhaima’ itu sendiri. Perang anti terorisme yang
dikampanyekan oleh Amerika dan sekutunya terus berlangsung hingga kini.
Dan, sebagaimana realita yang terjadi, fitnah perang anti terorisme ini
telah membelah manusia dalam dua kelompok ; kelompok mukmin sejati yang
tanpa sedikit pun dicemari oleh kemunafikan, dan kelompok munafik yang
tidak memiliki keimanan.5
Kelompok mukmin sejati adalah mereka yang bersama para mujahidin,
membelanya dan memberikan dukungan secara moril dan materi. Sedangkan
kelompok munafik adalah umat islam yang memberikan bantuan dan pembelaan
kepada para thaghut kuffar dalam memerangi kaum muslimin.
Dengan demikian,
wajib bagi setiap mukmin untuk waspada dengan berbagai isu yang
menyudutkan kaum muslimin. Sangat mungkin bagi mereka yang tidak
menyadarinya akan masuk dalam perangkap yang dibuat oleh musuh-musuh
islam. Sesungguhnya efek fitnah Dauhaima’ ini akan memaksa setiap orang
untuk memilih salah satu dari dua kubu; kubu keimanan yang tidak
tercampuri dengan kemunafikan dan kubu kenifakan yang tidak terdapat
keimanan sedikitpun di dalamnya. Kedua pilihan ini memiliki konsekwensi
yang sangat berat, sebab kedua kubu tersebut memiliki sifat yang
diametral dan akan terus bertarung hingga datangnya kiamat.
WAllohu A’lam bish
shawab, untuk sementara pendapat tentang fitnah Duhaima’ yang bermakna
ideologi demokrasi sekuler liberal dan perang melawan umat Islam atas
nama pemberantasan terorisme barangkali merupakan pendapat yang lebih
dekat kepada kebenaran dari pada fitnah lainnya. Dan sesungguhnya,
pemaksaan ideologi demokrasi sekuler liberal sebenarnya juga memiliki
hubungan yang sangat erat dengan fitnah terorisme ini. Karena pemaksaan
demokrasi sekuler liberal dengan sendirinya merupakan perang terhadap
konsep khilafah dan kewajiban kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah yang
hari ini menjadi cita-cita kelompok yang tertuduh sebagai teroris itu. WAllohu A’lam bish shawab.
. HR. Bukhari no. 6567 dan Muslim no. 5150 dari Hudzaifah bin Al-Yaman.
4. Bagi
pembaca yang ingin mengetahui masalah ini silakan merujuk kepada tulisan
syaikh Nashr bin Hamd Al Fahd dalam kitab beliau yang berjudul “At
Tibyan fie Kufri Man A’ana Amrikan” (Penjelasan tentang Kafirnya Orang
yang Membantu Amerika).
5. Mengutip
apa yang dikatakan oleh presiden George W. Bush dalam kampanye perang
anti terorisnya, ia telah membagi manusia di seluruh dunia menjadi dua
kelompok ; teroris dan anti teroris ; bersama kami atau bersama teroris.
Juga apa yang dinyatakan oleh Syaikh Usamah bin Ladin pasca serangan
WTC, beliau mengatakan bahwa perang ini akan membelah manusia menjadi
dua kelompok besar; kelompok iman yang tidak ada kenifakan di dalamnya
dan kelompok nifak yang tidak memiliki keimanan. (Lihat : Nasihat dan
Wasiat kepada Umat Islam – Granada dan “Bukan, tapi perang terhadap
Islam” oleh Muhammad Abbas – WIP)
http://alfitan.tumblr.com