Adalah wajar kalau secara umum tiap orang merasa pendapatnyalah yang benar, lebih benar atau paling benar. Hal-hal demikian karena tiap orang punya ego dan superego. Oleh karena itu sering terjadi perdebatan-perdebatan yang sengit yang berakhir dengan bermusuhan. Hal ini karena ada yang keliru di dalam mengelola rasa benar sendiri.
Hampir semua orang disadari atau tak disadari tak mau menghargai pendapat orang lain. Tanpa mampu mengukur sendiri apakah pendapatnya lebih benar atau tidak. Itulah sebabnya maka sering muncul debat kusir yang tak ada manfaatnya.
Di dalam Surat An Nahl ayat 125 disebutkan bahwa salah satu syarat berbeda pendapat atau berdebat adalah, kedua belah pihak harus orang berilmu. Berilmu ini dalam arti keduanya harus menguasai ilmu yang sama. Misalnya, Si A adalah sarjana psikologi, maka Si B juga harus sarjana psikologi. Jika Si B yang bukan sarjana psikologi lantas berdebat dengan Si A yang sarjana psikologi, maka hanya akan menimbulkan kekacauan perdebatan yang tak bermakna
Dalam hal berbeda ilmu, maka masing-masing pihak harus menjelaskan dari mana sudut pandangnya. Dari psikologikah, dari agamakah, dari filsafatkah atau dari pandangan pribadi yang sifatnya sangat subjektif?
Langkah terbaik bagi Anda yaitu, mengetahui dengan siapa Anda berbicara dan di dalam kontek ilmu apa dia berbicara. Kalau Anda kurang faham maka lebih bijaksana Anda bertanya daripada Anda berkata tetapi salah.
Cukup banyak orang menderita “Firaunisme”, sebuah kondisi psikologis yang menyebabkan seseorang merasa benar-lebih benar dan paling benar. Sikap ini tak ada salahnya jika diucapkan ahlinya disertai penalaran atau contoh. Dengan demikian orang yang tak faham psikologi bisa memahaminya. Teman saya mengganti istilah “Firaunisme” dengan istilah “Obsession Direct Syndrome”. Maknanya sama saja.
Masihkan Anda merasa benar sendiri? Hanya Anda yang bisa menjawabnya dan hanya orang lain yang bisa menilai Anda. Yang pasti, tiap Anda mengeluarkan pendapat, sebaiknya ada “penalaran” dan “contoh”. Dengan demikian pendapat Anda bukanlah pendapat yang berlumuran subjektivitas semata.