“ Dari Ibnu Mas’ud RA, ia berkata : Telah bersabda kepada kami Rasulullah SAW – Beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya; “Sesungguhnya seorang diantara kamu (setiap kamu) benar-benar diproses kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari berwujud air mani; kemudian berproses lagi selama 40 hari menjadi segumpal darah; lantas berproses lagi selama 40 hari menjadi segumpal daging; kemudian malaikat dikirim kepadanya untuk meniupkan roh kedalamnya; lantas (sang janin) itu ditetapkan dalam 4 ketentuan :
1. Ditentukan (kadar) rejekinya
2. Ditentukan batas umurnya
3. Ditentukan amal perbuatannya
4. Ditentukan apakah ia tergolong orang celaka ataukah orang yang beruntung“ (HR Ahmad).
Penjelasan Hadis :
Hadis tersebut dimuka menjelaskan proses kejadian manusia dalam rahim ibunya, yaitu 40 hari pertama berwujud “ Nutfah “ (air mani laki-laki bersenyawa dengan sel telur perempuan), 40 hari kedua berproses menjadi “ Alaqah “ (segumpal darah), 40 hari ketiga berproses menjadi “ Mudlghoh “ (segumpal daging).
Hadis tersebut di muka lebih lanjut menjelaskan bahwa saat berwujud mudlghah itulah Allah SWT mengirim malaikat untuk memasangkan roh kepadanya bersamaan dengan ditetapkannya 4 ketentuan.
Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menceritakan kepada kami dan beliau seorang yang jujur lagi diakui kejujurannya,
“Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh hari berupa sperma, kemudian menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian diutus seorang malaikat kepadanya untuk meniupkan ruh padanya, dan diperintahkan empat kalimat: menulis rejekinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia, sesungguhnya seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amal penghuni surga hingga jarak antaranya dan surga hanya sejengkal, lalu takdir mendahuluinya, lalu dia beramal dengan amal penduduk neraka lalu ia pun memasukinya. Dan sesungguhnya seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amal penduduk neraka hingga jarak antaranya dengan neraka hanya sejengkal, lalu takdir mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amal penduduk surga, maka ia pun memasukinya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Hadist diatas ini mengandung beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
1.
Penjelasan Fase perkembangan janin di dalam rahim
Hadits diatas ini menunjukkan bahwa janin diciptakan seratus dua puluh hari dalam tiga tahapan. Setiap tahapan adalah selama empat puluh hari. Pada empat puluh hari pertama berupanuthfah, pada empat puluh hari kedua berupa ‘alaqah dan empat puluh hari ketiga berupa mudhghah, dan pada hari ke seratus dua puluh, malaikat meniupkan ruh kepadanya, lalu dituliskan baginya kalimat. Allah Ta’ala menyebutkan dalam kitab-Nya bahwa janin diciptakan dalam fase-fase tersebut, sebagaiamana firman-Nya:
“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S. Al-Mukminun: 12-14)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan empat fase yang disebutkan didalam hadits, lalu menambahinya dengan fase lainnya sehingga menjadi tujuh fase.
2.
Penjelasan ditiupnya ruh
Para ulama bersepakat bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin setelah janin berumur seratus dua puluh hari terhitung dari mulai terjadinya pembuahan. Yaitu ketika usia kehamilan sudah empat bulan dan memasuki bulan yang kelima.
Semua itu benar berdasarkan kenyataan yang dapat disaksikan, maka semenjak itu ditetapkan hukum-hukum untuk memenuhi kebutuhannya seperti hukum tentang penyandaran nasabnya dan kewajiban pemberian nafkah. Dan hal itu diyakinkan dengan bergeraknya janin dalam rahim. Inilah hikmah mengapa istri yang ditinggal mati suaminya, masa iddahnya selama empat bulan sepuluh hari. Alasannya ialah untuk meyakinkan bahwa rahimnya benar-benar kosong dari janin tanpa ada sedikit pun tanda-tanda kehamilan. Ruh, yang membuat manusia hidup, adalah urusan Allah sebagaimana firman-Nya,
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S. Al-Isra: 85)
Dalam syarah Muslim karangan Imam Nawawi disebutkan bahwa ruh adalah jasad halus yang mengalir dalam badan dan merambat di dalamnya sebagaimana merambatnya air didalam batang pohon yang hidup. Dalam kitab Ihya Ulumuddin Imam Al-Ghazali berkata, “ruh adalah unsur yang berdiri sendiri yang bekerja di dalam badan.”
3.
Penjelasan haramnya menggugurkan kandungan
Para ulama bersepakat atas haramnya menggugurkan kandungan (aborsi) setelah ditiupkanya ruh kedalam janin. Hal itu dipandang sebagai tindakan kriminal yang haram dilakukan oleh seorang muslim. Karena hal itu merupakan tindakan kejahatan atas orang yang telah hidup dengan sempurna.
Adapun aborsi sebelum ditiupkannya ruh, maka hukumnya haram juga. Demikianlah pendapat sebagaian para ahli fiqih. Dalil yang menjadi landasan mereka adalah hadist shahih yan menjelaskan bahwa penciptaan dimulai dari menetapnya sperma didalam rahim. Imam Muslim meriwayatkan dari Hudzaifah bin Usaid, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, yang artinya:
“Jika nuthfah telah melewati empat puluh dua malam – dalam sebagian riwayat empat puluh sekian malam – Allah mengutus malaikat untuk membentuk rupanya, menciptalkan pendengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulang belulang.”
Dalam kitab Jami’ul Ilmi wal Hikam yang ditulis oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali, hal 42, disebutkan, “sebagian ahli Fiqih merukhsahkan (memberi keringanan) bagi wanita untuk melakukan aborsi selama ruh belum ditiupkan ke dalam janin dan menganologikannya dengan azal, pendapat ini adalah pendapat yang lemah karena janin adalah anak yang sudah tercipta dan adakalanya sudah berbentuk, sedang azal sama sekali belum ada wujud janin, tetapi hanya menghalangi terciptanya janin, bahkan jika Allah berkehendak, azal sama sekali tidak menghalangi untuk terciptanya bayi.
Dalam Ihya Ulumuddin karangan Al-Ghazali, 2/51 : ‘azal itu tidak bisa disamakan dengan aborsi dan mengubur anak hidup-hidup karena kedua tindakan tersebut adalah kejahatan terhadap makhluk yang sudah berwujud, dan wujudnya memiliki beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah tersimpannya nuthfah di dalam rahim dan bercampur dengan ovum wanita serta siap untuk menerima nyawa, maka merusak benda tersebut merupakan kejahatan. Apabila nuthfah menjadi ‘alaqah, maka kejahatannya lebih besar, dan apabila telah ditiupkan ke dalamnya ruh dan menjadi makhluk yang sempurna, maka kejahatannya pun termasuk ke dalam dosa besar dan puncak kejahatan adalah membunuh bayi yang sudah keluar dari perut dalam keadaan hidup.
4.
Penjelasan tentang Ilmu Allah Ta’ala
Sesungguhnya Allah mengetahui keadaan makhluk sebelum penciptaannya. Maka, tidak ada satu keadaan pun berupa iman, taat, kafir, maksiat, bahagia dan celaka kecuali semuanya diketahui oleh Allah dan berdasarkan kehendak-Nya. Banyak nash dari kitab yang menjelaskan hal itu. Dalam riwayat Bukhari dari Ali bin Abi Thalib RA dari Nabi SAW berkata, “Tidak ada makhluk yang bernafas kecuali Allah telah menentukan tempatnya di surga atau di neraka, telah dituliskan celaka atau bahagia.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita berpegang dengan ketentuan tersebut dan meninggalkan amal?” Nabi menjawab, “Bekerjalah kalian dan setiap orang akan diberikan kemudahan sesuai dengan yang diciptakan baginya. Adapun orang-orang yang berbahagia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan kebaikan dan orang-orang celaka akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan-amalan yang akan menghantarkan kepada kecelakaan.”
Kemudian beliau membaca firman Allah,
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga),” (Q.S. Al-Lail: 5-6)
Ilmu allah tidak menghalangi kebebasan hamba untuk memilih dan meraih apa yang mereka inginkan. Karena ilmu adalah sifat yang tidak memiliki pengaruh. Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk beriman dan taat, melarang mereka untuk kufur dan maksiat dan itu merupakan bukti bahwa hamba memilki kebebasan untuk memilih dan meraih apa yang mereka inginkan. Karena kalau tidak demikian, maka sia-sialah semua perintah dan larangan-Nya dan ini mustahil bagi Allah SWT. Allah berfirman,
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Syam: 7-10)
5.
Penjelasan tentang amal dinilai dengan akhirnya
Riwayat bukhari dari Sahal bin Sa’ad dari Nabi SAW, beliau bersabda, “sesungguhnya amal itu tergantung kepada niatnya.” Artinya barangsiapa yang baginya dituliskan keimanan dan ketaatan di akhir umurnya, adakalanya dia kufur dan maksiat pada suatu saat, kemudian Allah memberi taufik kepadanya dengan keimanan dan ketaatan pada waktu menjelang akhir hayatnya. Dia meninggal dalam keadaan demikian, maka dia masuk surga. Barangsiapa yang telah ditetapkan baginya kekufuran dan kefasikan di akhir hayatnya. Walau dalam suatu waktu dia beriman dan taat, kemudian Allah membiarkannya – dikarenakan usaha, amal dan keinginannya – dia mengatakan kalimat kekufuran, lalu beramal dengan amal ahli neraka dan meninggal dalam keadaan demikian, maka dia masuk neraka.
Wallahu a'lam.