Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a. pernah berkata: “Demi Allah, sungguh aku ingin sekali bila jarak antara kami dengan urusan pemerintahan itu melebihi jarak dua kutub Timur dan Barat.” Adalah sebuah perkataan mulia yang juga merupakan nasihat kepada kita tentang bagaimana menyikapi aktivitas yang berhubungan dengan pelayanan terhadap umat, yakni urusan pemerintahan. Ternyata beliau begitu menginginkan agar sebisa mungkin jabatan untuk mengurusi kepentingan umat itu menjauh darinya. Karena beban yang harus dipikulnya teramat berat dan harus mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah di akhirat nanti.
Pernyataan yang seperti ini jarang ditemukan dalam aktivitas politik kita. Justru sebaliknya, banyak yang menginginkan jabatan di pemerintahan. Entah itu menjadi anggota dewan legislatif, menteri atau yang paling prestisius, yakni sebagai presiden. Sudah banyak pernyataan yang dilontarkan oleh beberapa tokoh politik kita, yang menginginkan untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini. Keinginan menjadi presiden sudah sangat lumrah dilontarkan oleh beberapa tokoh politik. Hal yang dulu sangat ditabukan itu telah menjadi pernyataan yang biasa di era reformasi. Terlepas dari apakah itu murni keinginannya atau ada yang mendorongnya, barangkali ada baiknya merenungkan kembali sabda Rasulullah saw yang menasihati kita berkaitan dengan urusan pemerintahan ini.
Dari Abu Musa r.a. berkata: ’Aku dan dua orang lelaki dari anak cucu pamanku masuk ke tempat Nabi saw. Lalu salah seorang dari lelaki tersebut berkata: ‘Ya Rasulullah, angkatlah kami sebagai pengurus untuk mengurusi sebagian apa yang Allah serahkan pengurusannya itu kepadamu. Dan yang seorang lagi juga mengatakan seperti itu. Maka jawab Rasulullah saw.: ‘Demi Allah, sungguh kami tidak akan menyerahkan kepengurusan atas pekerjaan ini kepada seseorang yang memintanya, atau kepada seseorang yang sangat menginginkannya (ambisi).” (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim)
‘Pernyataan’ Rasulullah tersebut bukan berarti bahwa beliau tidak ingin jabatannya direbut oleh orang lain. Juga bukan berarti tidak percaya kepada orang tersebut. Namun, Rasul juga punya alasan yang juga disampaikannya dalam sabdanya:“Barangsiapa meminta jabatan pengurus kaum muslimin hingga dapat, kemudian keadilannya mengalahkan kedzalimannya, maka ia akan masuk surga, dan siapa yang kedzalimannya mengalahkan keadilannya, maka dia akan masuk neraka.” (HR Abu Dawud). Jadi, harus hati-hati. Jangan hanya menuruti hawa nafsu semata.
Juga urusan meminta jabatan ini bukan hal yang sembarangan. Karena masalah pengurusan umat (rakyat) ini adalah masalah yang berat, maka selain harus diemban oleh orang-orang yang sholeh dan ikhlas tapi sekaligus kapabel(mampu).
“Dan dari Abu Dzar, ia berkata: ‘Aku bertanya: ‘Ya Rasulallah, apakah engkau tidak mau mengangkat aku sebagai amil (pegawai)? Katanya selanjutnya: ‘Kemudian beliau menepuk pundakku seraya bersabda: ‘Wahai Abu Dzar, engkau adalah orang yang lemah, sedang kekuasaan itu adalah suatu amanat, dan sesungguhnya dia (kekuasaan) itu kelak di akhirat akan merupakan kerugian dan penyesalan, kecuali orang yang mendapatkannya itu dengan hak dan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya.” (HR Ahmad dan Muslim dalam tarjamah kitab Nailul Authar jilid 6 halaman 3187)
Ini sekadar renungan saja. Ternyata, banyak dari kita yang gemar meminta jabatan, meskipun kadang jabatan yang kita inginkan tak sebanding dengan kemampuan kita untuk mengembannya. Dan, bisa lebih parah lagi jika kita memaksakan diri merebut jabatan atau mengemis jabatan sementara jabatan itu tekategori haram. Naudzubillah mindzalik.
http://myquran.org/