Oleh : H. S.Usman AM
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik bermanfaat sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al Isra’ 34).
Dalam pergaulan kita sehari-hari, ada satu jenis bumbu pergaulan yang disebut dengan ‘‘janji”. Janji sering digunakan oleh orang yang mengadakan transaksi perdagangan, oleh politikus yang tengah berkampanye, oleh orang yang memiliki hutang tetapi sampai waktunya dia belum bisa memenuhinya,
bahkan janji dilakukan pula oleh ibu-ibu kepada anak-anaknya di saat mau pergi ke pasar tanpa mengajak mereka dengan maksud agar si anak rela untuk tidak ikut ke pasar. Mereka begitu menganggap enteng untuk mengucapkan janji.
Ujung-ujungnya, ada di antara mereka yang konsisten dengan janjinya, sehingga dia berupaya untuk memenuhi janjinya itu. Namun ada dan banyak pula di antara mereka yang ingkar janji, sehingga membuat kecewa berat bagi orang yang mendapat janji tadi.
Padahal Rasulullah Saw dengan tegas mengatakan bahwa janji itu adalah hutang dan Allah SWT sendiri telah mengingatkan melalui Al Quran surat Al Isra’ 34 bahwa janji itu harus ditepati, karena janji itu akan dimintai pertanggung-jawabannya, sebagai mana ayat yang yang sudah kami tulis sebagai headline edisi ini di atas.
Pengertian Janji
Janji menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat. Pengertian lain menyebutkan, bahwa yang disebut dengan janji adalah pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap suatu ketentuan yang harus ditepati atau dipenuhi.
Al Quran, menggunakan tiga istilah yang maknanya berjanji, yaitu :
wa ’ada. Contohnya : Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar
ahada. Contohnya :
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (Q.S.Al: Mu’minun ).
aqada. Contohnya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Aqad (perjanjian) di sini mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
Selanjutnya, janji dalam Arti ’aqad/’aqada menurut Abdullah bin Ubaidah ada 5 macam :
1.aqad iman / kepercayaan yang biasa disebut ‘aqidah.
2.aqad nikah
3.aqad jual beli
4.aqad dalam arti perjanjian umum
5.aqad sumpah.
Macam-Macam Janji
Sayyid Ridha dalam tafsir Al Manar, membagi janji itu ke dalam tiga bagian, yaitu : janji kepada Allah janji kepada diri sendiri janji kepada sesama amanusia.
Bagi kita insan beriman, ketiga-tiganya biasa kita lakukan :
Janji kita kepada Allah SWT
Ketika kita menjalankan shalat, pada doa iftitah kita mengucapkan :
Sesungguhnya shalatku. ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah untuk/milik Allah Tuhan Semesta Alam “.Ini adalah merupakan janji manusia terhadap Allah yang harus ditepati. yakni dengan jalan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. yang menurut syari’ah dinamakan taat, karena manusia ataupun jin diciptakan manusia memang untuk beribadah kepada-Nya.
Janji Terhadap Diri Sendiri
Misalnya seorang mahasiswa mengatakan, “Jika saya lulus ujianku, aku akan menyembelih kambing untuk dibagikan kepada orang lain”.
Seorang yang sakit yang serius, kala itu dia mengucapkan Jika aku sembuh dari penyakitku, aku akan berpuasa tiga hari. “ Kedua hal itu merupakan janji manusia terhadap diri sendiri yang harus ditunaikan, yang dalam bahasa agama disebut dengan nadzar. Ini harus dilaksanakan karena Allah telah berfirman :
“ …Dan hendaklah menyempurnakan (memenuhi) nazar mereka… “ (Q.S.Al Hajj 29). Tentu saja nadzar yang harus dipenuhi adalah nadzar yang yang tidak menyimpang dari syari’at agama Islam. Tapi misalnya ada orang yang mengatakan,’’Kalau saya lulus ujian, aku akan potong tangan ibuku.” itu haram dilaksanakan, karena manusia oleh Allah tidak diperkenankan untuk menyiksa diri sendiri ataupun orang lain.
Janji Terhadap Sesama Manusia
Ini banyak ragamnya. Ada yang berjanji dengan seseorang untuk hidup semati, ada yang janji mau membayar hutang setelah rumahnya laku terjual, ada yang janji memberangkatkan haji kepada orang tuanya nanti setelah proyeknya selesai.dan sebagainya, seperti yang sudah kami sebut.
Dan janji ini berlaku dalam berbagai segi kehidupan, sejak dilingkungan keluarga, kehidupan dalam masyarakat hingga urusan kenegaraan. Yang jelas, selagi orang bergaul dan saling membutuhkan dan sementara apa yang dibutuhkan belum terwujud, maka janjilah yang dianggap sebagai solusi sementaranya.
Hukum Memenuhi Janji
Saudara, pada dasamya segala janji yang baik yakni janji yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, wajib ditunaikan, wajib dipenuhi. Namun boleh jadi hukum janji itu bisa berubah. Ini menurut M.Yunan Nasution dalam khutbahnya, menjadi :
Sunnah memenuhinya. Artinya boleh ditinggalkan. Misalnya orang yang berjanji untuk meninggalkan sesuatu yang tidak diperintahkan agama. Misainya, sejak hari ini saya tidak akan makan sambal.
Sunnah tidak memenuhinya. Contohnya seperti orang yang berjanji dan bersumpah akan melakukan suatu perbuatan, misalnya jika saya lulus SLTA saya mau kursus menjahit. Ternyata dia berubah pikiran untuk melanjutkan kuliah dan ternyata diridhai orang tua. Maka kursus menjahitnya pun dibatalkan, karena melanjutkan kuliah. Konsekuensinya dia harus membayar kafarat sumpahnya itu. yaitu puasa kafarat 3 hari berturut- turut.
Wajib tidak memenuhi janjinya. Yakni janji untuk berbuat jahat.
Madharat Ingkar Janji
Ingkar janji alias berbuat kebohongan. Hampir setiap orang yang pernah berhubungan dengan orang lain kami kira sudah pernah merasakan, betapa pahitnya dibohongi orang lain dengan ingkar janji. Memang ingkar janji itu penuh dengan madharat, banyak sisi negatif yang akan timbul akibat ingkar janji ini. Di antaranya :
Jika orang yang diingkari itu tidak rela, maka akan bereaksi dan timbul kemarahan. Jika marah tak terkendali, bisa menimbulkan pertengkaran, perkelahian, bahkan bisa menyebabkan pembunuhan. Pemimpin ingkar janji terhadap rakyatnya, maka bukan mustahil akan terjadi pemberontakan dan prahara di negerinya.
Jika periodenya habis, jangan harap bisa terpilih lagi sebagai pemimpin.
Jika yang ingkar janji seorang pacar, sering menimbulkan stress berat dan akhirnya bunuh diri.
Jika yang ingkar janji suatu perusahaan terhadap karyawannya. sering menimbulkan demo yang bisa membangkrutkan perusahaan itu sendiri.
Allah SWT akan mengutuk keras dan melaknat serta menimpakan bencana terhadap orang yang ingkar janji, baik itu berjanji kepada Allah maupun berjanji terhadap sesama manusia.
Ingkar janji adalah merupakan indikasi orang munafiq, karena ciri-ciri orang Munafiq adalah suka berdusta, suka ingkar janji dan suka mengkhianati amanat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits : “ tanda-tanda orang munafiq ada tiga : jika bicara dusta,jika berjanji mengingkari dan jika diberi amanat khianat. ” (H.R.Muslim).
Sedangkan orang munafiq diancam oleh Allah bakal dimasukkan ke dasar neraka, seperti firman Allah yang tertera dalam Al Quran surat An Nisaa‘145. Semoga kita senantiasa ditolong oleh Allah SWT agar bisa memenuhi janji kita manakala kita terpaksa harus berjanji. . Aamiin.