Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa menegakkan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari no. 36 dan Muslim no. 1266)
Makna ‘iman dan mengharap pahala’ adalah membenarkan pahalanya dan
menghendaki dengannya wajah Allah, serta berlepas dari riya` dan sum’ah.
Makna ‘diampuni dosa-dosanya yang telah lalu’ adalah semua dosa-dosa
kecilnya akan ditutupi dan dia tidak akan disiksa karenanya.
Dari Aisyah radhiallahu anha isteri Nabi shallaallahu ‘alaihi wa sallam dia berkata:
كَانَ النَّاسُ يُصَلُّونَ فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ بِاللَّيْلِ أَوْزَاعًا يَكُونُ
مَعَ الرَّجُلِ شَيْءٌ مِنْ الْقُرْآنِ فَيَكُونُ مَعَهُ النَّفَرُ
الْخَمْسَةُ أَوْ السِّتَّةُ أَوْ أَقَلُّ مِنْ ذَلِكَ أَوْ أَكْثَرُ
فَيُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ قَالَتْ فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنْ ذَلِكَ أَنْ أَنْصِبَ لَهُ
حَصِيرًا عَلَى بَابِ حُجْرَتِي فَفَعَلْتُ فَخَرَجَ إِلَيْهِ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ أَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ
الْآخِرَةَ قَالَتْ فَاجْتَمَعَ إِلَيْهِ مَنْ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى
بِهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلًا
طَوِيلًا ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَدَخَلَ وَتَرَكَ الْحَصِيرَ عَلَى حَالِهِ فَلَمَّا أَصْبَحَ
النَّاسُ تَحَدَّثُوا بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِمَنْ كَانَ مَعَهُ فِي الْمَسْجِدِ تِلْكَ اللَّيْلَةَ قَالَتْ
وَأَمْسَى الْمَسْجِدُ رَاجًّا بِالنَّاسِ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ ثُمَّ
دَخَلَ بَيْتَهُ وَثَبَتَ النَّاسُ قَالَتْ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا شَأْنُ النَّاسِ يَا عَائِشَةُ
قَالَتْ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ سَمِعَ النَّاسُ بِصَلَاتِكَ
الْبَارِحَةَ بِمَنْ كَانَ فِي الْمَسْجِدِ فَحَشَدُوا لِذَلِكَ
لِتُصَلِّيَ بِهِمْ قَالَتْ فَقَالَ اطْوِ عَنَّا حَصِيرَكِ يَا عَائِشَةُ
قَالَتْ فَفَعَلْتُ وَبَاتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ غَيْرَ غَافِلٍ وَثَبَتَ النَّاسُ مَكَانَهُمْ حَتَّى خَرَجَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصُّبْحِ
فَقَالَتْ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ أَمَا وَاللَّهِ مَا بِتُّ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ لَيْلَتِي هَذِهِ غَافِلًا وَمَا خَفِيَ عَلَيَّ
مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي تَخَوَّفْتُ أَنْ يُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ
فَاكْلَفُوا مِنْ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ
حَتَّى تَمَلُّوا
“Pada malam bulan Ramadhan, orang berbondong-bondong shalat di
masjidnya Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap ada orang
yang hafal Al Qur’an diikuti oleh lima atau enam orang, atau kurang atau
lebih dari itu, mereka melakukan shalat dengan mengikuti shalatnya
orang yang hafal Al Qur’an.” Ia berkata; “Pada malam itu, Rasulullah
shallaallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku supaya meletakkan
tikar untuknya di atas pintu kamarku, aku pun mengerjakannya. Setelah
shalat isya’ yang terakhir, beliau keluar.” Ia berkata; “Orang-orang
yang ada di masjid pun mengerumuni beliau, lalu Rasulullah shallaallahu
‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam dengan panjang bersama mereka.
Setelah itu, Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam beranjak masuk
(rumah) dan meninggalkan tikarnya seperti semula. Tatkala di pagi hari,
orang-orang membicarakan mengenai shalatnya Rasulullah shallaallahu
‘alaihi wa sallam dengan orang-orang yang bersamanya di masjid pada
malam itu.” Ia berkata; “Ketika di sore hari, masjid sudah
didesak-desaki oleh orang dan Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam
melakukan shalat isya’ bersama mereka. Setelah itu, beliau masuk
rumahnya sedangkan orang-orang masih tetap di masjid.” Ia berkata;
Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan kepadaku; ‘Apa yang
terjadi dengan orang-orang tersebut wahai Aisyah? ‘ ia berkata; saya
menjawab; “Wahai Rasulullah! Orang-orang telah mendengar shalatmu tadi
malam dengan beberapa orang di masjid. Merekapun berkumpul untuk hal itu
supaya engkau shalat bersama mereka.” Ia berkata; “Beliau menuturkan;
‘Lipat tikar mu itu wahai Aisyah! ‘ Aku pun mengerjakannya. Rasulullah
tetap bermalam di rumah dan bukan karena beliau lupa. Sementara
orang-orang tetap berada di masjid hingga Rasulullah shallaallahu
‘alaihi wa sallam keluar untuk melakukan shalat shubuh.” Ia berkata;
beliau bersabda: “Wahai manusia, demi Allah, segala puji bagi Allah,
pada malam ini aku sengaja lalaikan. Bukannya karena aku tidak tahu
tempat kalian, tapi aku khawatir (shalat tersebut) akan diwajibkan
kepada kalian. Maka lakukanlah amal perbuatan yang kalian mampu, karena
Allah tidak akan pernah bosan hingga kalian bosan.” (HR. Ahmad no. 25103)
Beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari hadits di atas:
a. Disyariatkannya shalat tarawih, dan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mengerjakannya setelah shalat isya.
b. Yang menjadikan Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak shalat
berjamaah tarawih bersama sahabat sampai akhir bulan adalah karena
beliau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada mereka sehingga
akan memberatkan mereka.
Akan tetapi tatkala kekhawatiran ini sirna dengan wafatnya beliau, maka
hukumnya kembali ke asal perbuatan beliau shallallahu alaihi wasallam,
yaitu disyariatkan shalat tarawih berjamaah.
c. Semangat para sahabat radhiallahu anhum dalam beribadah dan dalam mencontoh Nabi mereka shallallahu alaihi wasallam.
d. Semangat beliau untuk memberikan kebaikan kepada umatnya dan
sekaligus kasih sayang beliau kepada mereka sehingga beliau tidak ingin
menyusahkan mereka. Allah Ta’ala berfirman:
لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah:128)
Disunnahkan shalat tarawih bersama imam sampai selesai shalat witir,
karena telah shahih dalam hadits Abu Dzar radhiallahu anhu bahwa Nabi
shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya siapa saja yang shalat (malam) bersama imam hingga
selesai, maka akan dicatat baginya seperti bangun (untuk mengerjakan
shalat malam) semalam suntuk.” (HR. Abu Daud no. 1167, At-Tirmizi no. 734, An-Nasai no. 1347, dan Ibnu Majah no. 1317 dengan sanad yang shahih)
Hadits ini berlaku umum untuk lelaki dan wanita, jika wanita ikut shalat
tarawih di masjid. Hanya saja sudah dimaklumi bersama bahwa shalatnya
wanita di rumahnya itu lebih utama karena hal itu lebih aman baginya dan
lebih menjauhkannya dari fitnah. Dan kalau kita mengamati keadaan kaum
muslimah yang keluar ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih maka
sungguh menyuruh mereka shalat di rumah itu lebih mencegah terjadinya
kemungkaran. Dari Aisyah radhiallahu anha isteri Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dia berkata:
لَوْ أَدْرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَا أَحْدَثَ النِّسَاءُ لَمَنَعَهُنَّ الْمَسَاجِدَ كَمَا مُنِعَهُ
نِسَاءُ بَنِي إِسْرَائِيلَ
“Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat apa yang
dilakukan oleh para wanita (sekarang), niscaya beliau akan melarang
mereka untuk mendatangi masjid sebagaimana para wanita Bani Israil yang
juga dilarang.” (Riwayat Malik dalam Al-Muwaththa` no. 418)
Yang dimaksud adalah para wanita di zaman ini keluar shalat dengan
memakai perhiasan, wangi-wangian, pakaian yang indah, dan semacamnya.
Kalau demikian keadaan para wanita di zaman tabi’in yang merupakan salah
satu zaman terbaik, maka tidak tahu lagi bagaimana sikap Nabi
shallallahu alaihi wasallam ketika melihat para wanita di zaman ini,
zaman yang jauh dari ilmu dan penuh dengan kejelekan. Wallahul Musta’an.
Sumber : http://al-atsariyyah.com/beberapa-hukum-shalat-tarawih.html