” Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku..” (QS Adzdzariyat :56)
Pertanyaan penting yang kedua adalah untuk apa hidup. Mencari arti hidup adalah sangat penting. Siapapun yang tidak memiliki misi hidup, hidupnya akan terombang-ambing, tidak jelas, dan dipastikan tidak berarti. Hanya mereka yang memiliki misi hiduplah yang akan berarti dalam hidup, berarti buat dirinya , juga buat orang lain. Manusia tanpa misi bagaikan hewan , yang hanya hidup , karenya nyawanya ada. Hidup hewan tidak lebih berputar sekitar lahir, makan, cari makan, seksual, melahirkan anak, buang air ….
Manusia yang hidup tanpa misi bagaikan hewan. Inilah yang disindir oleh Allah SWT dalam Al Qur’an, mereka disebut bagaikan hewan , bahkan lebih dari hewan. Ciri mereka : tidak mau berpikir, meskipun sudah diberikan akal (qolbu). Tidak mau menggunakan mata untuk melihat kebenaran. Telinga seakan ditutup tidak mau mendengar kebenaran.
Persoalannya bagaimana cara manusia mencari misi hidupnya. Logikanya, yang paling tahu untuk apa kita hidup , tentu saja yang menciptakan kita, Allah swt. Allah-lah yang Maha Tahu, paling mengerti untuk apa kita hidup, untuk apa Dia menciptakan kita. Adalah sangat logis kalau kita mencari arti hidup dengan melihat firman Allah SWT di Al Qur’an. Dengan sangat jelas, Allah swt menyebutkan misi hidup utama kita adalah beribadah. Firman Allah swt :
“” Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku..” (QS Adzdzariyat :56)”
Ibnu Abbas menafsirkan ayat di atas dengan: agar mereka (jin dan manusia) menetapi ibadah kepada-Ku. Ibn al-Jauzi menafsirkan ayat di atas dengan: agar mereka tunduk dan merendahkan diri kepada-Ku. (Zâd al-Masîr, 8/43). Maksud ayat di atas adalah agar mereka menjadi hamba Allah, melaksanakan hukum-Nya, dan patuh pada apa yang ditetapkan Allah kepada mereka (Ibn Hazm, Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwâ’ wa an-Nihal, 3/80). Inilah hakikat ibadah. Ibadah tidak lain adalah mengikuti dan patuh, diambil dari al-‘ubûdiyyah; seseorang hanya menyembah Zat Yang ia patuhi dan Yang dia ikuti perintah (ketentuan)-Nya (Ibn Hazm, al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm, 1/90).
Ringkasnya, makna ibadah adalah tunduk dan patuh kepada hukum-Nya. Inilah ibadah dalam pengertian yang luas, yakni taat kepada kepada seluruh aturan Allah swt. Taat kepada Allah artinya tunduk kepada seluruh aturannya. Mulai dari ibadah mahdoh seperti sholat, zakat, puasa, haji. Termasuk juga aspek mu’amalah seperti ekonomi, politik, keluarga, pendidikan.
Makna Ibadah diatas juga berarti merupakan penolakan terhadap seluruh aturan yang bukan berasal dari Allah SWT. Sebab, beribadah semata-mata kepada Allah SWT, artinya semata-mata diatur oleh hukum Allah SWT. Menjadikan hukum selain Allah sebagai hukum, berarti bermakna menyembah selain kepada Allah SWT.
Dengan demikian manusia yang punya misi hidup untuk beribadah, bukan hanya mengikuti Allah swt di masjid, di sajadah, di Baitul haram saat berhaji. Tapi juga saat di kantor, di kursi parlemen, di meja pengadilan. Orang punya misi ibadah karenanya tidak hanya rajin ibadah tapi juga tidak korupsi, tidak membuat kebijakan yang mensengsarakan rakyat. Dia bukan hanya melempar setan pada saat jumroh di Tanah Haram, tapi juga memusuhi setan di tanah air.
Misi hidup inilah yang nanti akan dituntut pertanggungjawabannya oleh Allah swt. Layaknya seorang presiden yang diberikan mandat oleh parlemen, setelah tugas selesai, yang memberikan mandat akan bertanyak kepada sang Presiden, sejauh mana dia telah melaksanakan mandat itu. Nasib presiden pun ditentukan apakah dia bisa bertanggungjawab atau tidak. Dengan ‘ibadah’ ini nanti juga akan menentukan nasib kita di Yaumil Akhir, meraih surga atau dicampakkan Allah Swt di neraka jahannam yang keras.
Misi hidup untuk beribadah inilah yang akan menghantarkan dia pada ultimate goal seorang muslim yakni meraih ridho Allah swt. Kerinduan puncak seorang muslim, saat Kekasih Tercintanya memanggil dengan penuh ridho, sementara diapun ridho kepada Allah swt.: Firman Allah SWT :
يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ(27)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً(28)فَادْخُلِي فِي عِبَادِي(29)وَادْخُلِي جَنَّتِي
” Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jam’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” ( QS Al Fajr : 27-30)
Tanbihul Ghofilin
Imam Bukhori Muslim meriwayatkan dari Anas ra. Dari Rosulullah Saw. bahwa beliau pernah bersabda : ” Jenazah itu akan diikuti oleh tiga perkara, yakni keluarga,harta, dan amalnya. Yang dua perkara itu akan pulang, sedang yang akan tetap menemaninya hanya satu perkara. Keluarga dan hartanya akan pulang, sedangkan yang akan tetap menemaninya hanyalah amalnya,”
(dikutip dari buku Renungan Hidup Mantan Rocker Harry Moekty)