Tak terasa umur kita sebagai manusia, semakin bertambah. Tanggung jawab dan kewajiban kita sebagai pemeran tokoh dari apapun di dunia, juga semakin menumpuk.
Disela- sela kesibukan yang sangat itu, kadang terselip sebuah kesalahan kita sebagai manusia. Salah satu dan yang paling penting diantaranya adalah tentang tuhan kita.
Sebagai seorang muslim, kita diajarkan belajar tauhid setiap hari lewat ibadah sholat yang sehari 5 kali wajib kita lakukan. Namun walaupun niat sudah mantab karena Allah, tapi siapa yang bisa menjamin kalau kita tidak memikirkan “tuhan” yang lain yang bersliweran di pikiran kita.
Memang begitulah kenyataannya, kadang kita sekalian masih hanya sekedar melakukan ibadah shalat sebagai sebuah ritual rutin dan bukan mendirikan shalat. Sambil terselip di hati, bahwa ketika shalat kita sudah tunai, maka hati akan tenang karena kewajiban kita pun sudah selesai.
Dan itu barulah hal tentang sholat. Pastilah masih banyak kesalahan- kesalahan yang lain yang tidak bisa kita uraikan satu persatu secara detail.
Benar- benar, dunia memanglah sangat menarik namun menyibukkan. Dan kadang atas nama menghindari kefakiran, banyak dari kita justru melewati ambang batas kekafiran, yaitu menuhankan sesuatu kemudian melekatkannya erat- erat dalam hati, sehingga entah dimana lagi kecintaan kepada Allah, bisa diagungkan.
“Tuhan” lain kita, atau lebih tepatnya sesuatu yang kita begitu mengagungkannya selain Allah Subhanahu Wata’ala, secara sadar ataupun tidak telah menyesaki dan menyita pikiran dan hati kita.
Pekerjaan, uang, kesibukan dunia, suami, istri, anak, dll, seakan telah sedemikian sukses menggiring arah pikiran kita menuju seperti yang mereka mau. Entah itu adalah hal yang di ridhoi Allah ataupun tidak, kadang entah kita sendiri masih sempat memikirkannya atau tidak.
Padahal Allah telah berfirman dalam Al-Hadiid ayat 20 :
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Di sadari atau tidak, tidak selalunya hal - hal duniawi yang kita agungkan tersebut membawa ketenangan bagi diri kita. Ataupun jika hal itu sekarang membahagiakan, maka tentu saja akan ada batas kadaluarsanya.
Dan semudah membalik tangan, kadang hal tersebut tidak jarang malah akan menghinakan dan menjauhkan kita dari kedamaian. Karena pada dasarnya ketika seorang manusia telah kehilangan Allah, maka tidak akan ada tempat yang cukup luas bagi diri hatinya, bahkan walau hanya sekedar tempat untuk melegakan diri.
Jika dengan kasih sayang Allah batin kita akhirnya bisa menyadari semua itu, maka sungguh kita juga akan tersentak, bahwa Allah memanglah Maha penyayang, bahkan kepada hamba-hamba yang bebal seperti diri kita. Kasih sayang serta nikmat Allah bahkan tiada putusnya melingkupi setiap hari kita.
Dan betapa beruntungnya kita, karena dengan sepaket dosa yang kita sadari atau tidak tetap kita lakukan, namun kita masih diberi kesempatan setiap detiknya oleh Allah untuk kembali ke jalan yang di ridhoinya.
Maka, jika bukan saat ini, lalu siapakah yang dapat menjamin bahwa dihari esok kita masih bisa berkesempatan untuk mengubah konsep “tuhan” yang seharusnya hanya menempatkan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai satu- satunya tuhan kita yang pantas disembah, diakui serta diutamakan?
Dan bukan “tuhan- tuhan ” yang lain yang justru lahir sebagai produk dari pikiran kita sendiri karena kecintaan kita terhadap dunia.
Semoga Allah masih memberi kita kesempatan untuk memperbaiki diri dan iman kita. aamiin.
(Syahidah/Voa-islam.com)