Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempunyai keberanian yang
mengagumkan dan tiada tandingannya dalam membela agama dan menegakkan
kalimatullah Ta’ala. Beliau mempergunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala
yang dicurahkan atas beliau pada tempat yang semestinya. ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha telah mengungkapkan hal itu dalam sebuah hadits:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sama sekali
memukul seorangpun kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum
wanita.” (HR. Muslim)
Di antara bukti keberanian beliau adalah kegigihan beliau dalam
mendakwahkan agama Islam seorang diri menghadapi kaum kafir Quraisy dan
pemuka-pemuka-nya. Demikian juga keteguhan beliau di atas keyakinan
tersebut hingga Allah menurunkan pertolongan-Nya. Beliau tidak pernah
mengeluh atau berkata: “Tidak ada yang sudi menyertaiku, sedangkan
orang-orang semuanya memusuhiku.” Akan tetapi beliau bersandar serta
bertawakkal kepada Allah dan tetap meneruskan perjuangan dakwah beliau.
Beliau adalah seorang pemberani dan sangat teguh dalam memegang dan
melaksanakan pendirian. Ketika orang-orang lari bercerai berai, beliau
tetap teguh bagaikan karang.
Beliau mengasingkan diri untuk beribadah di gua Hira’ selama
beberapa tahun. Kala itu beliau belum merasakan gangguan dan
orang-orang Quraisy pun belum memerangi beliau. Kaum kafir itu tidak
menembakkan sebatang anak panah pun dari busurnya kecuali setelah
beliau menyebarkan aqidah tauhid dan memerintahkan untuk memurnikan
ibadah mereka kepada Allah semata. Beliau sangat mengherankan ucapan
kaum kafir sebagaimana yang difirmankan Allah :
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan
bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang
mengatur segala urusan” Maka mereka menjawab:”Allah”. Maka katakanlah:
“Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (Yunus: 31)
Sementara itu mereka menjadikan berhala-berhala sebagai perantara
antara mereka dengan Allah . Sebagaimana yang Allah firmankan:
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya”. (Az-Zumar: 3)
Padahal mereka juga meyakini tauhid Rububiyah, sebagaimana yang diungkapkan Allah , artinya:
“Katakanlah: “Siapakah yang memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi?” mereka akan menjawab: “Allah”.
Wahai saudaraku, lihatlah praktek-praktek syirik yang bertebaran di
seantero negeri-negeri kaum muslimin, seperti memohon kepada orang yang
sudah mati, bertawassul dengan perantaraan mereka, bernadzar karena
mereka, takut serta mengharap kepada mereka. Sampai-sampai terputus
hubungan antara mereka dengan Allah Ta’ala disebabkan kemusyrikan yang
mereka lakukan. Mereka telah menempatkan orang-orang yang sudah mati
setara dengan kedudukan Dzat Yang Maha Hidup dan tidak akan pernah
mati. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (se-suatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.”
(Al-Maidah: 72)
Sekarang kita beranjak dari rumah beliau menuju gunung yang berada
di sebelah utara. Itulah gunung Uhud, disitulah terjadi peristiwa besar
yang menunjukkan keperkasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan keteguhan serta kesabaran beliau atas luka yang diderita pada
peperangan tersebut. Pada waktu itu wajah beliau yang mulia terluka dan
beberapa gigi beliau patah serta kepala beliau terkoyak.
Sahal bin Sa’ad t menceritakan kepada kita tentang luka yang
diderita beliau . Ia berkata: “Demi Allah, aku benar-benar mengetahui
siapakah yang mencuci luka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
siapakah yang menyiramkan airnya dan dengan apa luka itu diobati.” Ia
melanjutkan: “Fathimah radhiyallahu ‘anha putri beliaulah yang mencuci
luka tersebut, sementara Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu
menyiramkan airnya dengan perisai. Namun ketika Fathimah radhiyallahu
‘anha melihat siraman air tersebut hanya menambah deras darah yang
mengucur dari luka beliau, ia segera mengambil secarik tikar lalu
membakarnya kemudian membungkus luka tersebut hingga darah berhenti
mengucur. Pada peristiwa itu gigi beliau patah, wajah beliau terluka
dan kepala beliau terkoyak lebar.” (HR. Al-Bukhari)
Al-Abbas bin Abdul Muththalib radhiallaahu anhu menceritakan
kepahlawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peperangan
Hunain. Ia berkata: “Ketika pasukan kaum muslimin tercerai berai,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru memacu bighalnya ke arah
pasukan kaum kafir, sementara aku terus memegang tali kekang bighal
tersebut supaya tidak melaju dengan cepat. Saat itu beliau berkata:
“Aku adalah seorang nabi bukanlah pendusta. Aku adalah cucu Abdul Muththalib.” (HR. Muslim)
Sementara itu, penunggang kuda yang gagah berani, yang sudah masyhur
dan terkenal dengan kisah-kisah kepahlawanannya, yaitu Ali bin Abi
Thalib Radhiallahu’anhu menceritakan keberanian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sebagai berikut: “Apabila dua pasukan sudah saling
bertemu dan peperangan sudah demikian sengit, kamipun berlindung di
belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada seorangpun
yang paling dekat kepada musuh daripada beliau.” (HR. Al-Baghawi dalam
Syarhus Sunnah , silakan lihat di dalam Shahih Muslim III / no.1401)
Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e dalam menyebarkan
dakwah pantas dijadikan contoh dan teladan yang baik. Hingga akhirnya
Allah Ta’ala menegakkan pilar-pilar Islam dan melebarkan sayapnya di
segenap pelosok jazirah Arab, negeri Syam dan negeri-negeri di seberang
sungai Tigris. Hingga tidak tersisa satu rumahpun kecuali telah
dimasuki cahaya Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya aku telah mendapat berbagai teror dan ancaman karena
membela agama Allah . Dan tidak ada seorangpun yang mendapat teror
seperti itu. aku telah mendapat berbagai macam gangguan karena
menegakkan agama Allah . Dan tidak seorangpun yang mendapat gangguan
seperti itu. Sehingga pernah kualami selama 30 hari 30 malam, aku dan
Bilal tidak mempunyai sepotong makanan pun yang layak untuk dimakan
manusia kecuali sedikit makanan yang hanya dapat dipergunakan untuk
menutupi ketiak Bilal.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)
Walaupun harta dan ghanimah serta perbenda-haraan dunia dari
kemenangan yang diberikan Allah kepada beliau terus mengalir, namun
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mewariskan sesuatupun
kepada umatnya, tidak dinar maupun dirham, beliau hanya mewariskan
ilmu. Itulah warisan nubuwat, barangsiapa yang ingin mengambilnya, maka
silakan maju untuk mengambilnya dan selamat berbahagia menerima
warisan yang agung itu.
‘Aisyahradhiyallahu ‘anha menuturkan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak meninggalkan dinar,
tidak pula dirham, tidak meninggalkan kambing, tidak pula unta. Beliau
tidak mewasiatkan harta apapun.” (HR. Muslim)